Merajan (pamrajan) adalah tempat suci pemujaan dari suatu kelompok keturunan atau keluarga yang disebutkan dalam sumber kutipan, pura dan sanggah pamrajan, merajan dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1.Pura Kawitan, berfungsi untuk memuja manunggalnya atman leluhur dengan Brahman.
2.Sanggah Pamrajan dengan sebuah pelinggih / sanggah kemulan dengan rong tiga sebagai wujud penyatuan Sanghyang Triatma dengan sumber dan asalNya.
3.Dewa Hyang yang telah mencapai alam Swah Loka dan dihuni oleh jiwa-jiwa atau atman yang telah memiliki bathin yang bersih dan suci.
Merajan dengan batas tembok panyengker, Piodalan dan Pamangku yang berbeda-beda disebutkan selain untuk sembahyang, fungsi merajan juga disebutkan sebagai berikut :
•Pemelihara persatuan; di saat Odalan, semua warga dan sanak keluarga berkumpul saling melepas rindu karena bertempat tinggal jauh dan jarang bertemu namun merasa dekat di hati karena masih dalam satu garis keturunan.
•Pemelihara dan pembina kebudayaan; di saat Odalan dipentaskan tari-tarian sakral, kidung-kidung pemujaan Dewa, tabuh gambelan, wayang kulit, dll.
•Pendorong pengembangan pendidikan di bidang agama, adat, dan etika / susila; ketika mempersiapkan Upacara Odalan, ada kegiatan gotong royong membuat tetaring, menghias palinggih, majejahitan, mebat, dll.
•Pengembangan kemampuan berorganisasi; membentuk panitia pemugaran, panitia piodalan, dll.
•Pendorong kegiatan sosial; dengan mengumpulkan dana punia untuk tujuan sosial baik bagi membantu anggota keluarga sendiri, maupun orang lain.
Dalam Lontar Siwagama disebutkan bahwa Palinggih utama adalah Sanggah Kemulan Merajan sebagai tempat pemujaan arwah leluhur,
Berikut pelinggih / palinggih pemujaan yang ada di merajan beserta fungsinya :
1.Taksu; palinggih Dewi Saraswati, sakti (kekuatan) Dewa Brahma dengan Bhiseka Hyang Taksu yang memberikan daya majik agar semua pekerjaan berhasil baik.
2.Pangrurah (pelinggih ratu ngurah); palinggih Bhatara Kala, putra Dewa Siwa dengan Bhiseka Ratu Ngurah yang bertugas sebagai pecalang atau penjaga Sanggah Pamrajan.
3.Sri Sedana atau Rambut Sedana; palinggih Dewi Sri dengan Bhiseka Sri Sedana atau Limas Catu, yaitu sakti (kekuatan) dari Dewa Wisnu sebagai pemberi kemakmuran kepada manusia.
4.Padma; palinggih Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dalam wujud sebagai Siwa Raditya.
5.Manjangan Salwang; palinggih Rsi Mpu Kuturan dengan Bhiseka Limaspahit, penyebar dan penyempurna Agama Hindu di Bali, abad ke-10 M
6.Gedong Maprucut; palinggih Danghyang Nirarta dengan Bhiseka Limascari, penyebar dan penyempurna Agama Hindu di Bali, abad ke-15 M.
7.Gedong Limas atau Meru tumpang satu, tiga, lima; palinggih Bhatara Kawitan, yaitu leluhur utama dari keluarga.
8.Bebaturan; palinggih Bhatara Ananthaboga dengan Bhiseka Saptapetala, yaitu sakti Sanghyang Pertiwi, kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam menguasai bumi.
9.Bebaturan; palinggih Bhatara Baruna dengan Bhiseka Lebuh, yaitu sakti Bhatara Wisnu, kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam menguasai lautan.
10.Bebaturan; palinggih Bhatara Indra dengan Bhiseka Luhuring Akasa, yaitu sakti Dewa Brahma, kekuatan Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam menguasai angkasa.
11.Gedong Limas; palinggih Bhatara Raja Dewata dengan Bhiseka Dewa Hyang atau Hyang Kompiang, yaitu stana para leluhur di bawah Bethara Kawitan yang sudah suci.
12.Pengapit Lawang (dua buah di kiri-kanan Pamedal Agung): palinggih Bhatara Kala dengan Bhiseka Jaga-Jaga, yaitu putra Dewa Siwa yang bertugas sebagai pecalang.
13.Balai Pengaruman; palinggih Bhatara-Bhatari semua ketika dihaturi Piodalan atau ayaban jangkep (harum-haruman). Sering juga disebut sebagai Balai Piasan (Pahyasan) karena ketika dilinggihkan di sini, Pralingga-pralingga sudah dihias.
Di beberapa merajan sering dijumpai beberapa Gedong Limas kecil-kecil yang merupakan palinggih tambahan.
•Pelinggih wewidian tentang sanggah pamerajan oleh Hindu Bali di Fb juga disebutkan berhubungan dengan sejarah hidup leluhur di masa lampau, misalnya mendapat paica, atau kejumput oleh Ida Bhatara di Pura lain,
•Misalnya dari Pura Pulaki, Penataran Ped, Bukit Sinunggal, dll, maka dibuatkanlah pelinggih khusus berbentuk limas atau sekepat sari.
Karena menurut sejarah para leluhur terdahulu yang kebanyakan pelinggih-pelinggih yang ada di merajan tersebut juga didirikan untuk menyatakan terima kasih dan bhakti, misalnya ketika sakit memohon penyembuhan dari Ida Bhatara di Pulaki; setelah sembuh lalu mendirikan pengayatan Beliau di merajan, demikian selanjutnya berkembang dengan berbagai kejadian, sampai akhirnya ada yang mencapai jumlah puluhan palinggih.
Sehingga dalam tuntunan sembahyang di merajan sebagai pura kahyangan khusus yang dalam perkembangannya terdapat beberapa hal yang dipakai sebagai landasan membuat Sanggah Pamrajan, yakni :
•Bagi yang tidak memiliki rumah sendiri (menyewa), biasanya membuat Sanggah dari bahan kayu yang disebut Waton (plangkiran) ditempatkan dalam kamar disebelah Timur atau Utara.
•Bagi yang membuat rumah baru sendiri, bila keadaan memungkinkan disebutkan dapat mendirikan sebuah Sanggah Pamrajan ini sebagai tempat suci pekarangan rumah.