Kesenian Wayang Kaca
Admin disbud | 12 Maret 2021 | 2730 kali
Di buleleng ini mempunyai potensi budaya.Yakni lukisan wayang kaca. Di Buleleng, lukisan ini banyak ditemui di Desa Nagasepeha. Desa ini adalah pelopor di bidang lukisan dengan media kaca, kemudian diikuti sejumlah warga dari desa lain. Dalam lukisan wayang kaca ini biasanya yang paling banyak dilukis yaitu epos pewayangan seperti mahabratha, ramayana, dan lain lain.Sepintas membuat lukisan kaca terlihat amat sangat sulit. Tapi,jika kita ingin menyelami teknik melukis wayang kaca, tidak butuh waktu lama. Hanya butuh waktu seminggu atau maksimal dua minggu, jika kita melatihnya secara rutin.Kala pandemi ini merenggut dunia pelukis wayang kaca pun ikut terkena dampaknya,seperti kesepian peminat,turunnya omset orderan dan itu di menjadi kotra di kalangan penggiat atau pelukis wayang kaca saat ini.
Memang, lukisan kaca dari sejumlah pelukis di Nagasepaha beberapa kali sempat ikut pameran di galeri-galeri penting di Indonesia. Tapi itu tampaknya tidak cukup untuk mendongkrak perkembangan seni lukis kaca di desa itu. Sangat perlu sekali penanganan atau perhatian serius , bukan hanya dari pemerhati seni, namun juga upaya dari pemerintah dan lembaga-lembaga lain kokohnya warisan wayang kaca dan tidak terjadi kepunahan, karena makin sedikit yang menggelutinya.Penerus saja tidak cukup menjaga kelestarian lukisan kaca ini. Banyak yang memilih pekerjaan lain,ketimbang menjaga warisan dari nenek moyangnya.Menggeluti profesi sebagai pelukis wayang kaca, bukan pekerjaan mudah. Prosesnya yang cukup rumit, menyebabkan harganya relatif mahal. Bukankah kesulitan berbanding lurus dengan harga? Menjualnya dengan harga murah, tentu tak sepadan dengan
kesulitannya. Ini yang membuat pelukis kaca berada dalam posisi terjepit. Bila dibandrol dengan harga tinggi, dianggap jual mahal. Pasang harga murah, kok ya kebangetan. Tidak menghargai karya seni. Jujur saja, lukisan wayang kaca, sangat layak jadi barang koleksi. Apalagi lukisan wayang kaca sangat khas dari segi ukiran dan bentuk wayang.Hal semacam itu membuat 20 orang pelukis yang gabung dalam Kelompok Lukis Desa Nagasepaha jadi makin lesu. Apalagi kebanyakan sudah sepuh. Usianya sudah 50 tahun ke atas.Dalam hal ini sangat berharap ada yang mewarisi lukisan wayang kaca ini supaya tidak punah di telan zaman .Dulu, sebenarnya sempat ada pelatihan yang dilakukan. Harapannya agar ada generasi muda mau menggeluti lukisan kaca. Pelatihannya hanya sebulan. Seperti pelatihan yang lain, habis pelatihan tidak ada tindak lanjut. Dilepas begitu saja. Ironisnya lagi, ada dugaan, dana pelatihan tak tersalur lancar untuk kegiatan pelatihan. Ini seperti pepatah: sudah jatuh, tertimpa tangga, kejatuhan genteng pula. Ada pula yang menyarankan agar memasarkan lukisan secara online. Tapi praktiknya tidak semudah itu. Belum ada hak kekayaan intelektual yang melindungi pelukis kaca. Begitu beredar secara online, hasil karya pelukis, sangat rentan dijiplak bahkan diklaim orang lain. Maka dalam hal ini dapat dijadikan suatu pelajaran dimana kita jangan pernah lupa dengan budaya nenek moyang kita dari situlah kita memberikan rasa hormat dalam bentuk karya seni yang sudah di wariskan oleh nene moyang atau leluhur , Rahayu.