(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Foto seorang pria sedang menenggak tuak di tahun 1930

Admin disbud | 01 Juni 2021 | 1111 kali

Di zaman orang Bali sebagian besar petani, memang nyaris semua adalah seniman. Begitu pula hampir semuanya juga peminum. Para petani itu minum tuak atau arak di pinggir jalan, di warung2. Saban senja, ketika pulang dari sawah, sesudah mandi, makan malam, mereka minum satu-dua sloki arak atau sebotol tuak. Badan pun hangat, segar, capek hilang, bisa tidur nyenyak, besok bergiat lagi di sawah.

Karena minum alkohol sedikit, mereka tak pernah mabuk. Jika kelebihan, paling2 mereka terhuyung2. Kadang ngoceh sendiri, menyemburkan bau arak dari mulut. Terhuyung mabuk jalan kaki tidak membahayakan orang lain. Kalau toh ada pejalan kaki yang diseruduk, tak sampai masuk UGD. Beda dgn kini, pemabuk naik motor menabrak pengendara lain sampai sekarat, tewas bahkan.

Sejak zaman dulu di Bali bisa dijumpai pedagang #arak atau #tuak di rumah2. Para peminum datang ke rumah itu. Belakangan, anak2 muda juga hadir di situ. Seorang kakek menjadi pelanggan minum arak ramuan di rumah itu. Sekonyong2 datang cucunya, juga ikut minum. Ketika si cucu hendak bayar minuman, si kakek menghalangi. “Biar kakek yg bayar, kamu pulang saja,” pinta si kakek kalem. Si cucu tersenyum. 

 

Di desa2 sudah lazim bapak-anak-kakek-cucu minum2. Mereka keluarga peminum, banyak yg tidak sampai mabuk. Jika dulu petani Bali terbiasa minum satu-dua sloki arak, tentu tidak aneh jika kebiasaan itu berlanjut hingga kini. Populasi peminum itu jelas semakin banyak dan kian luas. Yg minum2 tidak cuma petani, juga anak sekolah, mahasiswa, sampai kaum panganggur.

 

Mikol kini jadi ‘barang gelap’ di Bali, karena pemerintah mengeluarkan peraturan penjualan mikol hanya boleh di supermarket. Tapi, Bali dapat perkecualian dgn memperkenankan menjual mikol di tempat2 wisata.

Para penggiat industri pariwisata juga mempersoalkan, mengapa orang dilarang minum alkohol di penginapan. Menurut mereka, peminum itu tak merepotkan, mereka mendatangkan rezeki. Yg membahayakan adalah kaum pemabuk.

Apakah Bali akan tetap menjadi surga bagi kaum peminum?

Sumber: NusaBali.com, foto: TropenMuseum