Gamelan gambang diperkirakan telah muncul pada abad ke-9 di Bali
gamelan gambang dimainkan saat upacara Pitra Yadnya atau upacara Dewa Yadnya.
Sebelum dimainkan gambelan tersebut diberikan sesajen dengan tujuan untuk
dihaturkan kepada wong gamang agar tidak menggagu jalannya upacara Gambang
dipergunakan sebagai sarana pengiring upacara, karena esensinya untuk
membimbing pikiran umat agar terkonsentrasi pada kesucian, sehingga saat
persembahyangan pikiran fokus kepada Tuhan. Gambang sebagai salah satu instrumen
musik tradisional yang diwarisi masyarakat Bali memiliki banyak gending
(pupuh), namun sebagian besar tanpa disertai teks. Gambang merupakan salah satu
gamelan langka dan sakral, termasuk dari barungan alit, yang dimainkan hanya
untuk mengiringi upacara keagamaan.
Disebutkan pada jaman kerajaan Dalem Watu Renggong (1460-1550)
di Tabanan ada sebuah kerajaan. Sang Raja mempunyai dua orang putra yaitu I
Gusti Ngurah Tabanan dan adiknya I Gusti Ngurah Klating. Karena beliau sudah
tua, maka kedudukan beliau diberikan kepada putranya yang pertama yaitu I Gusti
Ngurah Tabanan. Adiknya I Gusti Ngurah Klating tidak mau menerima, karena
beliau juga menginginkan kedudukan tersebut. Maka terjadilah perang antara
kakak dan adik memperebutkan kedudukan sebagai raja. Kejadian itu didengar oleh
Dalem Watu Renggong, Gusti Ngurah Klating dipanggil untuk diminta
keterangannya, dan Gusti Ngurah Klating mengakui bahwa dirinya menginginkan
kedudukan itu, sehingga terjadilah perang.
Oleh Dalem permintaan Gusti Ngurah Klating bisa dipenuhi, dengan
syarat harus menyelesaikan tugas untuk mencari-fontan milik wong gamang, yaitu
lontar "tanpa sastra" dalam waktu tujuh hari. Kalau tidak berhasil
Gusti Ngurah Klating akan dihukum mati, dan seandainya berhasil akan diberi
kedudukan sebagai raja.
Dalam pencariannya, segala tempat yang keramat dikunjunginya,
tapi dari sekian tempat yang dikunjungi, tidak satupun menunjukan lontar yang
dimaksud oleh Dalem.
Pada hari terakhir saat matahari dengan teriknya memancarkan
sinar, Gusti Ngurah Klating merasa kepanasan, sehingga memutuskan untuk
berteduh dibawah pohon kepuh yang sangat besar disebuah kuburan. sambil
merebahkan diri, Gusti Ngurah Klating mencoba untuk tidur. Pada saat itu entah
dari mana datanglah sesosok Gamang menyerupai mahluk besar menyeramkan dan
memberikan lontar kepada Gusti Ngurah Klating.
Dengan didapatnya lontar tersebut, Gusti Ngurah Klating kembali
ke Gelgel untuk menghadap Dalem tanpa memeriksa apa isinya. Dalem menyambut
kedatangan Gusti Ngurah Klating dengan dugaan tugas itu pasti tidak dapat
dipenuhi. Gusti Ngurah Klating menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya,
serta menghaturkan lontar yang telah didapatnya.
Saat memeriksa lontar tersebut betapa terkejutnya karena lontar
tersebutlah yang sebenarnya diminta oleh Dalem. Karena janjinya untuk
menobatkan Gusti Ngurah Klating sebagai raja, maka kerajaan Tabanan dibagi
menjadi dua. Sebelum dinobatkan, Gusti Ngurah Klating disuruh oleh Dalem untuk
membuat seperangkat gambelan yang gending- gendinya diambil dari lontar
tersebut. Karena gending gending tersebut diambil dari lontar milik wong
gamang, maka barungan gambelan tersebut oleh Dalem diberi nama gambelan
gambang. Makna dari Witning Gambang ini adalah Keseimbangan, keseimbangan
antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Manusia juga harus jelas mengenai
apa yang ingin dilakukan serta keseimbangan kebutuhan lahir dan batin.