(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Witning Gambang

Admin disbud | 15 Maret 2023 | 5188 kali

Gamelan gambang diperkirakan telah muncul pada abad ke-9 di Bali gamelan gambang dimainkan saat upacara Pitra Yadnya atau upacara Dewa Yadnya. Sebelum dimainkan gambelan tersebut diberikan sesajen dengan tujuan untuk dihaturkan kepada wong gamang agar tidak menggagu jalannya upacara Gambang dipergunakan sebagai sarana pengiring upacara, karena esensinya untuk membimbing pikiran umat agar terkonsentrasi pada kesucian, sehingga saat persembahyangan pikiran fokus kepada Tuhan. Gambang sebagai salah satu instrumen musik tradisional yang diwarisi masyarakat Bali memiliki banyak gending (pupuh), namun sebagian besar tanpa disertai teks. Gambang merupakan salah satu gamelan langka dan sakral, termasuk dari barungan alit, yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan.

Disebutkan pada jaman kerajaan Dalem Watu Renggong (1460-1550) di Tabanan ada sebuah kerajaan. Sang Raja mempunyai dua orang putra yaitu I Gusti Ngurah Tabanan dan adiknya I Gusti Ngurah Klating. Karena beliau sudah tua, maka kedudukan beliau diberikan kepada putranya yang pertama yaitu I Gusti Ngurah Tabanan. Adiknya I Gusti Ngurah Klating tidak mau menerima, karena beliau juga menginginkan kedudukan tersebut. Maka terjadilah perang antara kakak dan adik memperebutkan kedudukan sebagai raja. Kejadian itu didengar oleh Dalem Watu Renggong, Gusti Ngurah Klating dipanggil untuk diminta keterangannya, dan Gusti Ngurah Klating mengakui bahwa dirinya menginginkan kedudukan itu, sehingga terjadilah perang.

Oleh Dalem permintaan Gusti Ngurah Klating bisa dipenuhi, dengan syarat harus menyelesaikan tugas untuk mencari-fontan milik wong gamang, yaitu lontar "tanpa sastra" dalam waktu tujuh hari. Kalau tidak berhasil Gusti Ngurah Klating akan dihukum mati, dan seandainya berhasil akan diberi kedudukan sebagai raja.

Dalam pencariannya, segala tempat yang keramat dikunjunginya, tapi dari sekian tempat yang dikunjungi, tidak satupun menunjukan lontar yang dimaksud oleh Dalem.

Pada hari terakhir saat matahari dengan teriknya memancarkan sinar, Gusti Ngurah Klating merasa kepanasan, sehingga memutuskan untuk berteduh dibawah pohon kepuh yang sangat besar disebuah kuburan. sambil merebahkan diri, Gusti Ngurah Klating mencoba untuk tidur. Pada saat itu entah dari mana datanglah sesosok Gamang menyerupai mahluk besar menyeramkan dan memberikan lontar kepada Gusti Ngurah Klating.

Dengan didapatnya lontar tersebut, Gusti Ngurah Klating kembali ke Gelgel untuk menghadap Dalem tanpa memeriksa apa isinya. Dalem menyambut kedatangan Gusti Ngurah Klating dengan dugaan tugas itu pasti tidak dapat dipenuhi. Gusti Ngurah Klating menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya, serta menghaturkan lontar yang telah didapatnya.

Saat memeriksa lontar tersebut betapa terkejutnya karena lontar tersebutlah yang sebenarnya diminta oleh Dalem. Karena janjinya untuk menobatkan Gusti Ngurah Klating sebagai raja, maka kerajaan Tabanan dibagi menjadi dua. Sebelum dinobatkan, Gusti Ngurah Klating disuruh oleh Dalem untuk membuat seperangkat gambelan yang gending- gendinya diambil dari lontar tersebut. Karena gending gending tersebut diambil dari lontar milik wong gamang, maka barungan gambelan tersebut oleh Dalem diberi nama gambelan gambang. Makna dari Witning Gambang ini adalah Keseimbangan, keseimbangan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Manusia juga harus jelas mengenai apa yang ingin dilakukan serta keseimbangan kebutuhan lahir dan batin.