Istilah desa biasanya menunjuk suatu ruang sosial (social space), yang tentu saja di dalamnya terdapat sekelompok manusia yang berdomisili, beraktivitas, dan berinteraksi di antara sesamanya. Ruang sosial itu terdiri atas lingkungan pemukiman dan lingkungan penjelajahan sebagai “lahan” bagi pencaharian manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Lingkungan penjelajahan yang berupa alam itulah yang biasanya dikelola penduduk desa bersangkutan demi melangsungkan hidupnya dengan cara pengelola lahan dalam bentuk budi daya pertanian baik dalam bidang cocok tanam, peternakan, maupun perikanan.
Dalam bahasa Jawa, mula-mula istilah “desa” merupakan bentuk “ngoko” dari kata “dusun” yang merupakan bentuk “krama inggil”. Jadi, kedua kata itu berbeda tataran, tetapi maknanya sama. Namun, dalam peraturan perundangan istilah itu digunakan dalam derajat yang berbeda. Undang-Undang No 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa memaknai istilah Dusun sebagai bagian dari Desa. Dengan perkataan lain, suatu Desa dapat terdiri atas sejumlah Dusun; dan bisa saja satu Desa utuh tanpa deretan dusun. Desa dikepalai oleh seorang Kepala Desa (Kades), sedangkan Dusun dikepalai seorang Kepala Dusun (Kadus).
Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan, terdapat banyak satuan administrasi pemerintahan di bawah pemerintahan desa disebut “Pedukuhan”. Pedukuhan ini dikepalai seorang “Dukuh”. Derajat Pedukuhan sama dengan Dusun, yakni di bawah suatu Desa tertentu. Kepala desa zaman dahulu di daerah DIY dan Jawa Tengah bagian selatan disebut “Lurah”; dan wilayah kekuasaanya disebut “Kalurahan”. Di sejumlah daerah pesisir utara Jawa Tengah, kepala desa lazim disebut “Petinggi”. Dalam UU Pemerintahan desa sebagaimana disebut di atas, istilah “Kalurahan” dipergunakan untuk menamai satuan daerah administrasi pemerintahan setingkat Desa tetapi berada di wilayah perkotaan. Maka, sebutan itu menjadi khas: Seorang Lurah memimpin Kalurahan di wilayah perkotaan, dan seorang Kades memerintah Desa di wilayah luar perkotaan.
Uraian di atas lebih memberikan gambaran pengertian desa sebagai “satuan administrasi pemerintahan”. Dalam konteks penelitian ini, istilah desa dipredikati dengan istilah budaya. Mengingat entitas budaya tidak dapat dibatasi dengan wilayah administrasi pemerintahan, maka pengertian desa harus dirumuskan tidak dengan perpsektif administrasi pemerintahan, melainkan perspektif budaya. Dalam perspektif budaya, desa merupakan wahana sekelompok manusia yang melakukan aktivitas budaya.