(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Permainan Gangsing

Admin disbud | 03 Agustus 2017 | 9491 kali

Magangsing merupakan sebuah permainan tradisional yang umumnya dilakukan oleh para peria. Gangsing adalah permainan yang dapat berputar pada satu poros  berkesetimbangan pada satu titik. Permainan gangsing di Bali sudah tidak banyak dikenal pada masyarakat, kecuali pada suatu daerah tertentu karena terkait dengan tradisi tertentu. Bahkan dapat dikatan permainan ini hampir punah di Bali. Permainan gangsing juga dapat dipergunakan sebagai sarana perlombaan, permainan, judi, dan peramalan nasib.

Permainan gangsing bukan hanya dikenal di Bali, tetapi juga dikenal di seluruh nusantara, hanya bentuk gangsing, namanya yang berbeda-beda. Seperti berikut.

Di kepulauan Riau dan Tanjung Pinang disebut Gasing;

Di Sulawesi Utara/ Bolamangondow disebut Paki

Di Jabar dan DKI disebut Panggal;

Di Lampung disebut Pukang;

Di Sulawesi Selatan/Bugis disebut Magangsing/Agangsing;

Di Kalimantan Timur disebut Begangsing;

Di Maluku disebut Apiong;

Di Jateng/Yogyakarta yang terbuat dari bambu disebut Gangsingan dan yang dari kayu disebut Pathon;

Di Jawa Timur disebut Kekehan;

Di Bali, Nusatenggara disebut Gangsing (www.kaskus.co.id/sejarah permainan gangsing (diunduh, 11-09-2016).

Cara kerja gangsing sesungguhnya sangat sederhana, “tali dililitkan pada bagian atas gangsing, kemudian dilemparkan sehingga berputar karena ditarik kembali setelah dilemparkan sehingga berputar mengikuti  ikatan tali itu”. Tali dipergunakan bagu, atau kulit kayu tahap diikal sesuai dengan kebutuhan besarnya gangsing. Gangsing dibuat menggunakan kayu pilihan, dengan ciri-ciri kayu: keras, ngales, malet, ringat, dan kuat, sekarang untuk mencari bahan gangsing yang baik sangat sulit, sehingga dengan menggunakan sistem lem beberapa kayu dapat dijadikan satu gangsing. Misalnya ada kayu lemonya, mahoninya, cemaranya, dan tanduk banyak digunakan dalam membuat ujung gangsing, termasuk sudah menggunakan sistem las besi untuk memberikan kekuatan dan keseimbangan gangsing itu. Pembuatan gangsing membutuhkan pengalaman, ketrampilan, dan bahkan ilmu gaya dalam mencari kesimbangan masuk didalam ilmu pembuatan gangsing.

Lomba gangsing di Bali Utara masih banyak dilakukan di Daerah Catur Desa Gobleg, yaitu Gobleg, Munduk, Gesing, Uma Jero. Kemungkinan dulu dipergunakan sebagai sarana perekatan antardesa pada Catur Gobleg (disebut Banwa) dalam beberapa prasasti zaman Bali  Kuno.  Sebagai juri atau pemberi keadilan dalam adu gangsing itu kemungkinan dilakukan oleh rama ing dusun atau (Gusti Agung Gobleg), sebagai penghulu Desa Gobleg yang memiliki kekuasaan dari daerah Padang Buraha (Padang Bulia?) sampai daerah Blulang (Sepang Kaja?) disebutkan dalam Prasasti “Bulian Sanding Tamblingan.

Lomba gangsing dilakukan bergeroup, bukan perorangan, oleh karena itu dalam lomba tidak menggunakan satu gangsing tetapi lebih dari satu. Kelompok pertama melepas gangsingnya, kemudian kelokpok dua ngebug/ memukulnya, kemudian diberikan berputar mana yang lebih banyak dapat mengalahkannya sesuai dengan aturan yang ditetapkan dengan point yang terkumpul dapat ditentukan kelompok mana yang menjadi pemenangnya. Kalangannya di tanah, dan memiliki bentuk kalangan di daerah catur desa sudah dikenal umum oleh masyarakat. Permainan ini sesungguhnya juga adu ketangkasan/ketrampilan memutarkan gangsing, adu kesempurnaan bentuk gangsing, dan adu kekuatan fisik dalam memutarkan gangsing.

Dapat dipahami bahwa gangsing merupakan permainan tradisional nusantara, yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi daerahnya. Di Bengkulu  misalnya gangsing dimainkan ketika menjelang menyamput tahun 1 Muharam, sedangkan di Demak gangsing dimainkan unk memohon hujam. Sedangkan di Catur Desa Gobleg dimainkan untuk mengisi waktu senggang ketika musim panen sudah selesai. Di Bali kalau tidak diperkenankan sebagai permainan tradisional untuk membangkitkan solideritas desa pakaraman Catur Desa mungkin sudah punah keberadaan gangsing itu. Untung dinas kebudayaan Buleleng melakukan revitalisasi atau reaktualisasi permainan gangsing itu menjadi event unik di setiap kesempatan di Bli Utara dalam rangka menjadikan bagian dari atraksi untuk menarik turis asing. 

Dari Uraian di atas, dapat diketahui betapa penting permainan tradisional ini untuk dilestarikan, direvitalisasi dalam bentuk museum gangsing, atraksi, lomba-lomba, buku ilmiah hasil peneliian. Terutama menggali lebih jauh di daerah-daerah yang permainan megangsing ini masih hidup, seperti yang ada di daerah Catur Desa Gobleg. Mengingat Goleg merupakan Banwa (Catur Desa) sangat tua, kuat, dan wilayahnya membentang dari Padang Bulia (Padang Buraha) sampai ke daerah Sepang (Belulang) sebagai lokasi Desa Bali Aga yang sebelum abad ke-8 menjadi pusat politik di Bali Utara. Termasuk di dalamnya memahami Sinuhun Panji Sakti sebagai tokoh legendaris Bali Utara hulunya memulai dari Catur Desa Gobleg, daerah Tamblingan merupakan hulu Bali Utara, sumber air Bali Utara, dan daerah pusat ritual, sakral Bali Utara. 

Sumber: Foto Panitia Bulfest, 2016.