Tari Sang Hyang Dedari dan Tari Baris Dadab, termasuk Seni Tari Wali (lihat Bandem, 2000) adalah seni tari klasik yang sakral berpasangan yang konon diyakini dapat menangkal dan mengusir wabah yang masih terpelihara di Desa Selat. Berdasarkan informasi lisan dari tokoh masyarakat setempat dikatakan bahwa kesenian ini tercipta sekitar tahun1913 saat terjadinya Grubug Desa yang melanda warga Desa Selat. Kala itu ratusan warga Desa Selat Pandan Banten menderita penyakit cacar yang tak kunjung sembuh. Melalui pawisik yang diterima, akhirnya para leluhur desa Selat Pandan Banten menciptakan sebuah tarian yang diyakini mampu mengusir wabah yang sedang melanda warga desa pakramanDesa Selat Pandan Banten kala itu. Tarian itu selanjutnya diberi namaTari Sang Hyang Dedari dan Tari Baris Dadab, yang sesungguhnya kedua tarian itu merupakan satu paket. Hal itu diungkapkan oleh Ketut Jasi (….th) salah seorang penari Baris Dadab. Dalam keterangannya dikatakan bahwa: “Dulunya dikisahkanada sejumlah wargasetempat yang kena penyakit cacar yang tidak kunjung sembuh-sembuh, akhirnya orang-orang tua mencari jalan untuk menangkal penyakit tersebut. Saat itu dikatakanlah mendapat wahyu dari Ida Bhtara, disuruh membuat tarian Sang Hyang Dedari untuk menangkal penyakit ini.Maka dari itu para orang tua kami membuatlah tarian-tarian sakral ini yang disebut dengan Tarian Sang Hyang Dedari dan Baris Dadab.Tarian ini harus berpasangan, tidak boleh lepas.Jika ada Tari Sang Hyang Dedari, maka harus ada Baris Dadap.Itulah kisahnya awal mula terjadinya Tarian Sang Hyang Dedari.
Persyaratan pementasan tarian sacral ini lebih jauh Ketut Jasi mengatakan bahwa dalam mementaskan tarian tersebut ada sebuah kriteria khusus yang harus dipenuhi oleh penari. Salah satunya yakni sang penari harus masih lajang, karena para penari harus masih suci. Dan juga dikatakan olehnya bahwa dia berusaha semaksimal mungkin untuk melestarikan kesenian ini.Anak-anak pun dari awal sudah dilatih supaya kesenian ini tidak punah untuk kelanjutan hidup atau tetap eksis.Penari tarian sakral ini tidak boleh dilakukan oleh orang yang sudah kawin ingin lagi menari, itu tidak dibolehkan dan harus diganti dengan yang masih muda. Pada bagian lain Ketut Jasi menjelaskan bahwa sejak saat itu Tari Sang Hyang Dedari selalu ditarikan saat wabah menimpa warga.Seiring berjalannya waktu tarian tersebut mulai memudar di tengah-tengah perubahan zaman, apalagi minat dari generasi muda untuk melestarikan kesenian sakral itu sangat minim.Sebagai bentuk penghargaan dan demi tetap lestarinya tarian ini para tetua memutuskan untuk menampilkan tarian tersebut di Pura Dalem setiap odalan padaPurnama Keenam.Menurutnya juga bahwa Tari Sang Hyang Dedari danTari Baris Dadab ini dipentaskan pada waktu pujawali/piodalan di Pura Dalem.Begitu ada pujawali/piodalan di Pura Dalem Tari Sang Hyang Dedari dan Baris Dadab ini harus dipentaskan.Disamping itu pula bila ada gejala penyakit di desa kami, ini harus dipentaskan di Pura Dalem. Maka dari itu tarian ini hanya dipentaskan pada saat piodalan di Pura Dalem saja,dan tidak dipentaskan di tempat lain.
Mengenai prosesi pementasan tarian ini,Ketut Jasi mengatakan bahwa para penari Tarian ini sering mengalami kesurupan (trance), namun gerakan yang ditunjukkan tetap sangat indah. Jika hal itu terjadi biasanya ada pertanda akan ada sesuatu hal buruk yang akan menimpa warga Desa Selat. Adapun urutan-urutan pementasan tarian sacral ini adalah pertama dipentaskan dahulu Tari Sang Hyang Dedari kemudian Baris Dadab. Jadi alasan dipentaskannya Sang Hyang Dedari lebih dulu karena menurut cerita,adalah bahwa Sang Hyang Dedari ini diibaratkan sama dengan langit dan Baris Dadab ini diibaratkan sama dengan bumi. Maka tarian ini bermakna menyatunya antara bumi dan langit. Ketika para penari itu kesurupan, sang penari menari dengan tidak sadarkan diri, namun gerakan yang dilakukan sangat indah mengikuti gamelan yang mengiringi. Hal ini diceritakan oleh Ketut Jasi yang mantan penari ini, yaitu saat menari itudia lupa diri dan ketika selesai baru sadarkan diri. Itu yang kami tidak tahu apa sebabnya, saat kami menari itu penonton tak terlihat dan kami pun tak tahu bagaimana cara kami menari. Dan kemungkinan penari itu sudah kemasukan rokh.
Dalam upaya pelestarian tarian sakral ini kiat yang dilakukan oleh warga yang punya kepedulian akan pemertahanan seni ini ditengah perkembangan zaman saat ini, para tetua desa berupaya membangkitkan dan melestarikan kesenian yang hampir punah tersebut. Gayung bersambut datang dari generasi muda setempat.Materi Sang Hyang Dedari dan Baris Dadab diselipkan pada pembinaan pasraman. Seperti disampaikan oleh Bendesa Selat Pandan Banten, Putu Yasa, yaitu masalah untuk melestarikan tradisi ini, kami dari desa tetap berupaya maksimal dengan medium pasraman. Selain itu kami selaku bendesa adat juga, pernah mementaskan tarian ini di Denpasar atas permintaan dari dinaskebudayaan dengan menggunakan gong duplikatnya itu. Begitu pula dikatakan oleh Bendesa Selat Pandan Banten, Putu Yasa bahwa upaya melestarikan tarian unik dan sakral telah dilakukan warga Desa Selat Pandan Banten.Masyarakat berharap untuk adanya perhatian dari pemerintah dalam melaksanakan pembinaan.Dan berharap kepada pemerintah, mohon bantuannya dalam rangka pelestariaan tarian sakral ini.Kalau masalah generasi muda sekarang sudah sangat mendukung dan mulai mengajukan beberapa usulan mengenai tarian sakral kami agar terus dilestarikan.