Tari Wiranjaya diciptakan oleh I Ketut Merdana dan kemudian dikembangkan oleh Putu Sumiasa salah satu seniman kenamaan Buleleng dari desa Kedis pada tahun 1957. Sebelum menjadi tari Wiranjaya, tari ini mengalami beberapa transformasi dalam tahap penciptaannya. Diawal terciptanya, tari ini dikenal dengan sebutan kebyar Buleleng Dauh Enjung dengan durasi tari hampir setengah jam, hingga akhirnya menjadi tari Wiranjaya seperti sekarang ini. Tari ini bertemakan heroik, dengan mengangangkat ceritra Mahabarata, yakni segmen dimana Panca Pandawa Nakula dan Sahadewa sedang berlatih memanah. Tari ini sesungguhnya ditarikan oleh dua orang, namun sesuai dengan kebutuhan artistik koreografer, kadang kala tari ini disa dibawakan lebih dari dua orang.
Tari Wiranjaya merupakan salah satu tari kekebyaran . Tari Kekebyaran meliputi berbagai jenis tarian tunggal, duet, trio, kelompok dan sendratari. Tari-tari ini dikelompokan sebagai Kekebyaran bukan hanya karena diiringi dengan gamelan Gong Kebyar, namun karena gerakannya yang dinamis dan bernafas kebyar. Oleh sebab itu, dalam kelompok ini terdapat Tari Lepas dan Sendra Tari. Tari Lepas adalah tari-tarian yang jangka waktu pentasnya relatif pendek, tidak berkaitan (terlepas-lepas) antara yang satu dengan lainnya, baik yang bercerita maupun tanpa cerita.( Tari kekebyaran, Bali Galang ).Tari Wiranjaya ini hampir sama dengan Tari Truna Jaya. Akan tetapi ada sedikit perbedaan yang membuat kedua tarian ini terlihat beda. Kesamaan yang terlihat meliputi gending – gending kekebyaran yang hampir sama, dan dari segi ragam geraknya pun hampir sama. Tarian Wiranjaya ini hampir tidak diketahui oleh masyarakat, karena kalah pamor dengan tari Truna Jaya.Namun jika tari ini dipentaskan, antusias masyarakat yang menonton terbilang cukup besar.
Diawali dengan sering diadakan kegiatan mebarung atau pertandingan Gong Kebyar di Buleleng antara Dangin Njung dengan Dauh Njung (antara Buleleng Barat dengan Buleleng Timur) yaitu antara desa Jagaraga ( Buleleng Timur) dengan desa Kedis (Buleleng Barat).Menurut I Putu Sumiasa bahwa kegiatan mebarung tersebut biasa dilaksanakan untuk memeriahkan acara gelar seni pada pasar malam, dan hari-hari kebesaran,17 Agustusan. Pada saat mebarung belum ada nama tari Trunajaya dan tari Wiranjaya, yang ada hanya tari Kebyar Buleleng, versi Dangin Njung dan Dauh Njung. Kemudian, sesudah ada tari Trunajaya dan Palawakya dari Dangin Njung yang diciptakan oleh I Gede Manik (alm), maka pementasan yang dilakukan pada saat mebarung hanya memetaskan 2 buah tarian saja yaitu Tari palawakya dan Tari Trunajaya
Desa dauh Njung pada awalnya jauh tertinggal dari Desa Dangin Njung, rasa bosan mulai dirasakan oleh masyarakata sekitar. Yang hanya bisa menonton dua buah tarian saja. Setelah itu muncul keinginan I Putu sumiasa bersama dengan Pamannya yang bernama I Ketut Merdana untuk membuat sebuah tarian yang digunakan untuk mewakili kesenian dari Desa Dauh Njumg, tarian ini dinamakan Tari Wiranjaya. Tari ini diciptakan pada tahun 1957, pada saat Bapak I Putu Sumiasa baru menyelesaikan Sekolah SMEA Negeri di Jogjakarta.
Dengan diciptakannya Tari Wiranjaya ini mengakibatkan tumbuhnya rasa bangga masyarakat Dauh Njung, karena pada saat kegiatan mebarungan, Desa Dauh Njung mempunyai tarian yang mewakilkannya. Pada saat itu Tari Palawakya dibawakan oleh Dauh Njung dan Dangin Njung sebagai tari pembuka, Untuk Tarian yang berikutnya yang dipentaskan adalah Tari Wiranjaya oleh Dauh Njung dan Tari Truna Jaya oleh Dangin Njung.