Telah lama dinanti-nanti masyarakat Bali akhirnya bisa terlaksana kali ini, Pesta Kesenian Bali XLIV Tahun 2022 yang secara resmi dibuka oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Jenderal Polisi (Purn.) Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D di Kawasan Niti Mandala Renon Denpasar, Tito didampingi oleh Gubernur Bali, Wayan Koster, Minggu (12/6).
Tito Karnavian yang mewakili Presiden RI, Joko Widodo menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Bali, Gubernur Bali Wayan Koster dan seluruh masyarakat Bali, karena pandemi Covid -19 di Bali telah berhasil dikendalikan, sehingga kegiatan Pesta Kesenian Bali bisa kembali dilaksanakan setelah 2 tahun para seniman vakum dari dunia pementasan. PKB ke-44 ini mengangkat tema Danu Kerthi: Huluning Amreta yang mengandung makna Memuliakan Air sebagai Sumber Kehidupan. Tema ini dinilai sangat tepat oleh Menteri Dalam Negeri karena air telah menjadi bagian kebutuhan hidup Kita sehari-hari.
Peed Aya (Pawai) Pesta Kesenian Bali tahun ini Duta Kabupaten Buleleng diwakili oleh Sanggar Seni Manik Uttara Singaraja yang diketuai oleh I Kadek Sefyan Artawan dengan melibatkan sebanyak 140 orang seniman. Pada barisan kelompok pertama diawali dengan seorang perempuan yang membawa papan nama Kabupaten Buleleng dengan menggunakan pakaian khas Kabupaten Buleleng dan diiringi 4 penari remaja putri yang menari-nari berpakaian modifikasi yang bertemakan keseimbangan. Dimana angka 4 (empat) merupakan symbol dari tapak dara (+). Kemudian dilanjutkan dengan barisan pengusung gebogan dan barisan pembawa tedung.
Sedangkan barisan kelompok kedua merupakan barisan garapan kolosal yang berjumlah 100 orang penari dan penabuh yang menceritakan asal-usul Pura Yeh Ketipat di Desa Wanagiri Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Garapan ini diiringi musik balaganjur kreasi yang mengolah gamelan terompong, reong, suling serta vokal yang. Pura Yeh Ketipat sangat erat kaitannya dengan perjalanan Ki Barak Panji Sakti bersama Sang Ibu Sri Luh Pasek, Kakeknya Ki Manca Warna dan para pengikutnya dari Istana Gelgel (Klungkung) menuju Den Bukit (Bali Utara) sekitar tahun 1568 (ratusan tahun silam). Setelah berjalan selama dua hari mereka menembus hutan belantara dan cuaca dingin, akhirnya tiba pada suatu tempat yang agak mendatar. Di tempat inilah mereka istirahat sejenak untuk besembahyang memohon keselamatan, karena saat itu bertepatan dengan Saniscara Kliwon Wuku Landep (Tumpek Landep).
Setelah melakukan persembahyangan, Panji Sakti beserta lainnya menikmati santapan berupa ketupat yang mereka bawa. Ternyata saat menikmati ketupat itu beberapa pengikutnya mengalami cegukan (tersedak) karena perbekalan air sudah habis. Melihat para pengikutnya mengalami cegukan , Ki Barak Panji Sakti yang kala itu berusia 12 tahun langsung menancapkan keris pusaka di tanah tersebut. Setelah dicabut kerisnya muncullah mata air dari dalam tanah dan memancur. Air itulah yang diminum oleh pengikutnya dan cegukannya pun hilang. Hingga saat ini sumber mata air Yeh Ketipat masih ada dan lokasinya hanya terpaut 15 meter di sebelah selatan Pura Yeh Ketipat.