Sudah menjadi tradisi yang tergolong unik di kabupaten belahan Utara Pulau Dewata, yakni ”munjung” di kuburan (membawa sajen punjung ke kuburan) tidak saja pada hari raya Galungan dan Kuningan, melainkan setiap perayaan hari suci bagi umat Hindu di Bali. Hal ini sebagai cermin bagi keluarga yang mempunyai sanak keluarga belum melaksanakan upacara Pitra Yadnya – Ngaben, karena berbagai hal belum bisa diselenggarakan.
Acara tradisi ”munjung” pada perayaan Rahinan Jagat ”Galungan” pada Buda Kliwon Dungulan, pada hari Rabu (05/04) dilakukan setelah perembahyangan di Pura Keluarga (Sanggah-Merajan) maupun Pura Kawitan dan Pura Kahyangan Tiga.
Selain, karena berbagai alasan belum bisa melaksanakan upacara Pitra Yadnya – Ngaben, juga sebagai penghormatan bagi mereka yang telah mendahului, sudah tentu dengan iringan kata maaf dan doa agar tenang “mertiwi” sebelum bisa ”ngayah” di Pura Dalem.
Acara tradisi ”munjung” setiap hari raya besar bagi umat Hindu di Bali, khususnya di Singaraja, Kabupaten Buleleng, seperti pantauan di kuburan Banjar Adat Pakraman Banjar Tegal, Buleleng memang tergolong unik. Setelah mempersembahkan sajian ”punjung” dan ”surudan” ramai-ramai dimakan setelah yang“mertiwi” disuguhkan ala kadarnya ”uyah areng”. Bahkan, tidak jarang ada keluarga selain makan ”surudan” juga membawa lebih dari rumah, sehingga makan berkecukupan ramai-ramai.
Sementara itu tak kalah ramainya di Taman Makam Pahlawan Curasthana, Singaraja, karena setiap perayaan hari-hari besar, termasuk perayaan umat se-dharma di Bali, bagi keluarga yang mempunyai leluhur pejuang Kemerdekaan RI, juga membawa sajen tidak jauh dari sajian ”punjung”. (DN ~ TiR).—
Sumber: dewata news