0362 3303668
087894359013
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Subak

Admin disbud | 21 Juni 2021 | 276 kali

Seorang wanita sedang mengambil air dari pancuran yang berbentuk Garuda, thn 1930an.
Manajemen atau sistem pengairan/irigasi secara tradisional di Bali disebut dgn Subak.
Belajar tentang sistem irigasi pertanian Bali yang disebut dengan Subak bukan sekedar belajar mengatur distribusi air agar merata.
Belajar subak juga berarti belajar memuliakan dan menghargai air sebagai urat nadi kehidupan.
Melalui subak kita diajarkan bagaimana memuliakan dan melestarikan air, subak memposisikan air sebagai roh dalam kehidupan bertani.
Sebagai contoh upacara yang berkaitan dengan masa tanam seperti upacara magpag toya (menjemput air), karena pentingnya air dalam pertanian sehingga perlu upacara magpag (penjemputan). Budaya memuliakan air di Bali sangat terlihat dengan jelas dalam budaya Subak. Disinilah air diapresiasi dalam ranah spiritual tidak semata sebagai simbol kesucian, melainkan justru dicitrakan sebagai Dia Yang Mahasuci sekaligus Yang Mensucikan, Dia Yang Memberi Hidup sekaligus Berdaya Hidup.
Seiring perkembangan pembangunan, pemanfaatan air di Bali kini bukan saja untuk memenuhi kebutuhan pertanian. Sektor pariwisata justru kini mengambil porsi konsumsi air terbanyak.
Hotel-hotel dengan ratusan kamar bermunculan dan mengambil air bawah tanah dan air permukaan. Kebutuhan air oleh industri perhotelan tidak sebanding dengan daya dukung air yang ada di Bali. Satu sisi masyarakat Bali bertahan dengan konsep perlindungan air dengan kearifan lokal yang dimiliki, namun disisi lain industri pariwisata mengambil tanpa kontrol.
Sumber : Instagram : sejarah.buleleng
(Beritabali.com, foto: kitlv)