(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Kajeng Kliwon

Admin disbud | 24 Januari 2024 | 609 kali

Kajeng kliwon merupakan salah satu rahinan yang kerap diidentikan sebagai hari keramat oleh umat Hindu di Bali. Saat kajeng kliwon tiba, kekuatan negatif dari dalam diri maupun dari luar yang mudah muncul dan mengganggu keseimbangan alam. 

Saat meninggal, Dewa Siwa turun untuk menjaga keseimbangan dunia. Adanya upacara yadnya pada hari kliwon kajeng bertujuan untuk menyeimbangkan sifat skala dan niskala. Kajeng Kliwon dilaksanakan setiap 15 hari sekali dan

dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Kajeng Kliwon Uwudan (Kajeng Kliwon setelah bulan purnama)

2. Kajeng Kliwon Enyitan (Kajeng Kliwon setelah bulan mati atau mati)

3. Kajeng Kliwon Pamelastali (Watugunung Runtuh yang datang enam bulan sekali)


Segehan berasal dari kata suguh atau suguhan. Persembahan berupa segehan ditujukan untuk para bhuta kala agar tidak 

mengganggu kehidupan manusia. Segehan ditujukan untuk alam bawah atau bhuwana alit. Segehan yang dihaturkan pada saat kajeng kliwon adalah segehan cacah dan mancawarna. Segehan dihaturkan di beberapa tempat dan ditujukan kepada penghuni alam bawah yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan bhuta kala yang kasat mata. Segehan juga dihaturkan di setiap sudut merajan atau sanggah, halaman rumah, serta di gerbang pintu masuk rumah.


Tipat dampulan atau ketupat berbentuk seperti kura-kura dan terbuat dari janur.

Tipat dampulan ditujukan kepada alam atas atau bhuwana agung yaitu alam para

dewa ataupun Ida Sang Hyang Widhi. Tipat dampulan biasanya beralaskan canang ceper atau tamas yang dilengkapi dengan ulam telur matang, raka-raka, dan sebuah sampian plaus atau kepet- kepetan berisi plawa, porosan, uras sari, bunga, rampai dan boreh miyik. Setelah lengkap, tipat dampulan tersebut siap untuk dihaturkan.


Sumber : Artikel Dewa Gede Kumara Dana