0362 3303668
087894359013
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Tradisi Meboros Desa Busungbiu

Admin disbud | 05 Januari 2022 | 1126 kali

Tradisi meboros merupakan sebuah tradisi yang berkembang sejak zaman prasejarah. Secara sosiologis tradisi meboros dilaksanakan sebagai penanda keberhasilan sesepuh Desa Busungbiu dalam mendirikan tempat suci di desa tersebut. Hal ini bermakna sebagai bentuk mempererat rasa persatuan dan kesatuan masyarakat. Desa Adat Busungbiu mengelar tradisi berburu kidang (kijang) yang disebut Meboros. Selain itu, banyak makna yang terkandung dalam cerita awal mula pelaksanaan tradisi meboros yang dilakukan oleh masyarakat Desa Busungbiu diantaranya sebagai penanggalan untuk memperingati awal mula berdirinya Pura Puseh Desa Busungbiu serta sebagai pegangan masyarakat Desa Busungbiu untuk mempertahankan suatu keberadaan tradisi meboros ini.

Diceritakan kedatangan Gusti Patih Cili Ularan yang diiringi 200 pasukan beliau dengan 2 orang penasehat. Dari Suweca Pura yang akan menuju Tabanan yakni tepatnya di Wong Ayu kemudian ke Pucak Kedaton Watukaru. Setelah sekian lama mengembara Gusti Patih Vili Ularan sampai di sebuah tempat yang bernama Gedang Janur atau Busungbiu saat ini. Akhirnya beliau bertemu dengan pimpinan desa saat itu dipimpin oleh Gede Mariada dan Ida Pranda Sakti Sinuhun yang dimana beliau merupakan seorang tokoh agama. Kedatangan beliau sangat diterima di desa Gedang Janur atau disebut desa Busungbiu saat ini. Oleh sebab itu beliau ingin membangun Pura Desa yang saat itu desa Busungbiu masih kecil dan dihuni beberapa orang saja. 

Setelah Gusti Patih Cili Ularan menetap di Gedang Janur mulailah beliau membangun Pura Puseh Desa yang saat itu tokoh agamanya adalah Ida Pranda Sakti Sinuhun yang memberikan I Bulu Pangi (kijang) sebagai sarana upacara untuk melaksanakan tradisi meboros yang bertujuan untuk mendapatkan hewan kijang. Dalam pelaksanaan tradisi ini pastinya memiliki langkah-langkah yang patut dilalui dari mulai hingga pelaksanaan meboros ini dilaksanakan. Diawali Sangkepan Tegak Nem. Tegak nem dasa nem (tegak 66) merupakan keturunan dari prajurit yang menemani Gusti Patih Cili Ularan yang dating ke desa Busungbiu yang melakukan suatu paruman atau musyawarah bersama. Bertempat di Bale Lantang yang merupakan salah satu tempat di Pura Puseh Desa.

Mengenai kesepakatan terkait kapan dilaksanakan tradisi meboros ini dilaksankan dengan para pemimpin desa akan menyampaikan kepada warga desa Busungbiu. Sehari sebelum melaksanakan tradisi meboros ini warga desa beserta pimpinan desa wajib melaksanakan upacara Ngajit atau sering disebut Ngancuk Bintang. Upacara ini bertujuan untuk memohon restu kepada Leluhur agar diberikan kemudahan saat pelaksanaan meboros dan juga mendapatkan hasil yang sesuai harapan. Upacara ini berlangsung dari pukul 00.00 Wita atau jam 12.00 tengah malam. Nilai yang didapatkan dari langkah-langkah pelaksanaan tradisi meboros ini yaitu salah satu ritual penting selain sembahyang bersama yaitu tarian yang dilakukan oleh daratan atau disebut orang yang mengalami kesurupan dari tarian ini diharapkan adanya suatu petunjuk terkait pelaksanaan tradisi meboros yang dilaksanakan keesokan harinya.

Tepat pukul 06.00 wita masyarakat terutama para pria diharuskan berkumpul di Pura Puseh Desa yang bertujuan untuk melaksanakan persembahyangan bersama sebelum berangkat melakukan perburuan dan para pemangku atau tokoh agama akan memohon restu di Pura Puseh Desa. Selain itu terkait banten atau sesajen yang akan dipersembahkan juga sangat berbeda dari biasanya. Karena sesajen dalam meboros yang digunakan selain buah dan hiasan bungan atau canang juga menggunakan laying-layang, gangsing, dan kelereng sebagai sarana upacara. Ini merupakan symbol pelaksanaan tradisi meboros ini. Seperti laying-layang memiliki lambang keseimbangan dalam pelaksanaan tradisi meboros. Kemudian gangsing yang memiliki lambang bahwa pelaksanaan tradisi meboros ini memiliki tujuan yang pasti atau tujuan bersama dan kelereng memiliki lambing tentang kebulatan tekat dalam melaksanakan kegiatan meboros ini. Keberadaan tradisi meboros ini patut dilestarikan agar tradisi ini tidak mengalami sebuah kemunduran dalam pelaksanaannya dan hinga jangka waktu yang lama di kemudian hari. Selain itu, hal ini penting karena tradisi ini merupakan rangkaian dari pelaksanaan upacara keagamaan dalam hal upacara Dewa Yadnya.

Sumber:

https://balitribune.co.id

https://busungbiu.bulelengkab.go.id