Menurut Simpen (1973 :1) dalam buku “Pasang Aksara Bali”, mengatakan bahwa pasang aksara adalah aturan dalam menulis aksara, begitu juga menurut Suwija dan Manda (2012: 117) Pasang Aksara Bali adalah aturan yang digunakan dalam menulis Aksara Bali. Dalam penulisannya Aksara Bali dibagi menjadi dua yakni: Aksara Suara dan Aksara Wianjana, dimana Aksara suara jumlahnya ada 6 aksara, sedangkan untuk aksara Wianjana jumlahnya 18 aksara. berawal dari dua aksara di atas maka aksara di atas dapat dibagi menjadi 3, yakni:
1. Aksara Wreastra adalah aksara yang digunakan untuk menulis Bahasa Bali biasa, seperti menulis urak, pipil, pangeling-eling dan yang lainnya.
2. Aksara Swalalita adalah aksara yang digunakan untuk menulis Bahasa Kawi, Bahasa Bali Tengahan, Bahasa Sansekerta dan digunakan untuk menulis Kidung, Kakawin Parwa dan Sloka.
3. Aksara Modre adalah aksara yang digunakan untuk menulis kadiatmikan (magic), dan menulis japa mantra.
Penggunaan aksara yang digunakan dalam menulis Aksara Bali dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: Pangangge Suara, Pangangge Ardhasuara dan Pangangge Tengenan.
Pengangge Suara meliputi: Ulu, Ulu Sari, Pepet, Tedung/Tedong, Pepet Matedong, Taleng Tedong, Taleng Marepa, Taleng Marepa Tedong, Suku, Suku Ilut, Ulu Candra, dan Ulu Ricem. Sedangkan untuk Pengangge Asrdhasuara meliputi: Nania, Guwung, Guwung Mecelek, Gantungan la, dan Suku Kembung. Pangangge Tenganan meliputi: Cecek, Surang, Bisah dan Adeg-adeg. Pasang Pageh adalah pasang aksara yang tulisannya sudah diakui oleh semuanya. Caciren papaosan terdiri dari empat bagian diantaranya: Carik Siki, Carik Kalih/Carik Pereren, Pasalin, Panten/Panti, Pamada, Carik Agung, dan Carik Pamungkah.