(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Tradisi Mengumpulkan 11 Warna Air Dari 11 Sumber Berbeda

Admin disbud | 20 Agustus 2021 | 436 kali

Tradisi Mengumpulkan 11 Warna Air Dari 11 Sumber Berbeda

 

Di Desa Pedawa, sebuah desa Bali Aga atau desa tua di Kabupaten Buleleng, Bali masih ada tradisi bagi warga untuk mengumpulkan 11 warna air dari 11 sumber berbeda.

Tradisi ini sebenarnya wujud kearifan konservasi purba yang memiliki filosofi pelestarian air dan lingkungan.

Prosesi mempersembahkan 11 sumber air menjadi syarat sebelum dimulainya upacara atau ritual besar seperti pernikahan, kematian, dan upacara agama lainnya. Dalam hal mengumpulkannya pun bulan hal yang mudah.

 

Warga harus mempelajari ekosistem lingkungan sekitarnya seperti sungai, kebun, tebing, dan tanamannya. Karena sebelas sumber air ini didapatkan dari, pertama, rongga atau empul buluh bambu terutama jenis lokal.

 

Kedua, yeh paung batu atau air dari lubang batu, bisa batu apa saja asalkan ada genangan air di dalamnya.

 

Ketiga, paung bun atau lubang akar tanaman. Keempat, cacapan sember atau rembesan tepian sumur. Kelima, air belahan tukad atau ujung pertemuan dua sungai. Keenam, apit munduk atau cekungan di antara dua tanah tinggi. Ketujuh, yeh anyar atau air bersih dari pancuran.

 

Kedelapan, yeh mare tumbuh atau air bersih yang baru keluar dari pangkal pancuran. Kesembilan, yeh lembuah atau air dari nasi yang didinginkan. Sepuluh, tunggal ampel atau air di bekas potongan bambu. Sebelas, yeh ampel atau air di sisa potongan bambu.

 

Jika upacara sudah dibuka dengan 11 warna air ini artinya menghormati pertiwi. Upacara ini dilakukan di rumah penduduk di Desa Pedawa, termasuk oleh warga non Hindu yang mukim di desa dan meyakini tradisi ini. Keseluruhan air itu akan dicampur ke dalam satu wadah. Misalnya untuk upacara ngeyehin karang, bermanfaat untuk meneduhkan karang dan untuk mengaktifkan energi.

 

Source : www.mongabay.co.id

Foto : Putu Yuli Supriyandana