Bali merupakan sebuah Provinsi yang didominasi oleh
umat yang beragama Hindu. Begitu banyak adanya upacara-upacara Agama dan juga
tradisi-tradisi sakral sebagai warisan para leluhur jaman dulu. Salah satunya
yaitu tradisi yang terdapat di Desa Julah yang terdapat di Kecamatan Tejakula
Kabupaten Buleleng yang terletak di Bali Utara. Desa Julah menyimpan banyak
tradisi, budaya dan adat-istiadat. Nama Desa Julah diambil dari dua suku kata
yaitu Iju dan Ulah dimana Iju berarti cepat dan Ulah berarti diusir. Sejarah
nama ini dilatarbelakangi dari peristiwa jaman dahuju yaitu jaman kebajagan. Terdapat
serangan dari bajak laut yang berperawakan tinggi, besar, ganas dan tidak
segan-segan menyakiti masyarakat. Maka dari kejadian tersebut masyarakat Julah
bergegas pergi kepesisi karena diusir oleh para bajak laut. Maka lahirlah nama
Julah dimana Bahasa Balinya adalah Ngijuang Ulian Ulahe (Cepat/bergegas pergi
karena diusir). Nama Desa Julah sering berganti-ganti seiring dengan pergantian
Raja-raja pada jaman itu. Disebutkan nama yang pertama adalah Cutak yang
memiliki arti Petak-petak tanah, kemudian berubah menjadi Kerta Sari Mas Cakrawaringin
dan terakhir menjadi nama Julah.
Salah satu upacara wajib yang harus dilakukan oleh
masyarakat Desa Julah yaitu Upacara Melianin atau Medagang Jaje. Upacara ini
termasuk upacara Manusa Yadnya yaitu untuk bayi yang lahir di Desa Julah.
Adapun urutan dari Upacara ini yaitu :
1. Upacara Mapag yaitu Upacara untuk Bayi yang minimal
sudah berumur 1 bulan 7 hari.
2. Upacara Ngangkid yaitu Upacara yang dilakukan
setelah bayi berumur 6 bulan
3. Upacara Malianin yaitu Upacara yang dilakukan pada
saat hari raya Galungan
Upacara-upacara ini selain untuk Bayi yang lahir di
Desa Julah juga untuk seseorang yang baru masuk menjadi warga Julah melalui
proses perkawinan. Pada dasarnya tidak ada yang membedakan upacara-upacara
tersebut antara Bayi maupun orang Dewasa, yang membedakan hanyalah apakah orang
dewasa atau bayi tersebut merupakan anak pertama atau kedua. Jika bayi tersebut
merupakan anak pertama akan ada proses lanjutan yakni prosesi mecacar. Upacara
malianin itu sendiri hanya akan dilakukan pada hari raya Galungan saja. Upacara
malianin dilakukan dalam 4 tahap yaitu hari pertama dilakukan pada saat hari
penyajaan Galungan atau dikenal dengan prosesi ngae gegantungan yaitu proses
pembuatan jajan yang akan digunakan pada upacara malianin seperti jaje begina,
tape, jaje giling dan lainnya. Jajan-jajan ini nantinya akan digantung disebuah
janur dan diletakkan di sanggah pemilik upacara. Pada hari kedua pada penampahan
Galungan yaitu tahap persiapan banten seperti membuat sate babi, sate ayam dan
sebagainya kemudian dilanjutkan dengan ngejot dan membagi-bagikan makanan
olahan daging dan lawar kepada para warga yang diundah pada saat upacara dan
para tetangga. Sebagai catatan daging babi yang digunakan pada Upacara ini
hanya bisa diperoleh dari proses patungan dengan warga lain yang melakukan
upacara sama pada hari tersebut, jadi pemilik upacara tidak dibolehkan
melakukan penyembelihan babi secara pribadi. Pada hari ketiga, bayi atau
pemilik upacara melakukan pembersihan atau penglukatan menggunakan air dari
sumur suci di Desa Julah. Dan pada sore harinya bayi atau pemilik upacara
melakukan upacara prosesi medagang jaje atau jualan jajan dimana yang membeli
bisa dilakukan oleh sanak keluarga ataupun tetangga yang datang. Dalam prosesi
ini bagi bayi atau orang dewasa perempuan akan nunggi bokor yang berisi
dagangan layaknya pedagang yang menjajakan dagangannya sambil berjalan di atas
lide atau sejenis bagian alat-alat tenun dan bagi bayi laki-laki sama dengan
perempuan berjalan dengan nunggi bokor hanya saja sambil menginjak kejen
sejenis alat pertanian yang digunakan untuk membajak sawah atau kebun. Di hari
ketiga dilakukan pada saat hari raya Galungan yaitu prosesi nganteb banten,
prosesi ini sangat singkat, si Bayi atau pemilik upacara nganteb atau muput
sendiri banten sesuai arahan dari Balian. Balian di Desa Julah adalah beliau
yang dibolehkan muput upakara yang berskala kecil atau bisa disepadankan dengan
Jro Mangku. Di Hari keempat prosesi mecacar dan ngejot. Dari semua jajan yang
dibuat dan digantung di hari sebelumnya kemudian jajan ini dibagi-bagikan ke
seluruh penduduk Desa Julah yang sudah berkeluarga. Proses mecacar ini
dilakukan pada pagi hari berjalan ke seluruh rumah penduduk Desa Julah, bisa
dilakukan oleh anak muda tidak diharuskan orang dewasa. Terakhir adalah prosesi
mecaru dimana proses ini merupakan wujud syukur bahwa upacara malianin sudah
berjalan dengan lancar.
Sumber : Youtube "Kayekano"