0362 3303668
087894359013
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Tradisi Unik di Desa Mula, Desa Julah Kecamatan Tejakula

Admin disbud | 24 Januari 2023 | 537 kali

Bali merupakan sebuah Provinsi yang didominasi oleh umat yang beragama Hindu. Begitu banyak adanya upacara-upacara Agama dan juga tradisi-tradisi sakral sebagai warisan para leluhur jaman dulu. Salah satunya yaitu tradisi yang terdapat di Desa Julah yang terdapat di Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng yang terletak di Bali Utara. Desa Julah menyimpan banyak tradisi, budaya dan adat-istiadat. Nama Desa Julah diambil dari dua suku kata yaitu Iju dan Ulah dimana Iju berarti cepat dan Ulah berarti diusir. Sejarah nama ini dilatarbelakangi dari peristiwa jaman dahuju yaitu jaman kebajagan. Terdapat serangan dari bajak laut yang berperawakan tinggi, besar, ganas dan tidak segan-segan menyakiti masyarakat. Maka dari kejadian tersebut masyarakat Julah bergegas pergi kepesisi karena diusir oleh para bajak laut. Maka lahirlah nama Julah dimana Bahasa Balinya adalah Ngijuang Ulian Ulahe (Cepat/bergegas pergi karena diusir). Nama Desa Julah sering berganti-ganti seiring dengan pergantian Raja-raja pada jaman itu. Disebutkan nama yang pertama adalah Cutak yang memiliki arti Petak-petak tanah, kemudian berubah menjadi Kerta Sari Mas Cakrawaringin dan terakhir menjadi nama Julah.

Salah satu upacara wajib yang harus dilakukan oleh masyarakat Desa Julah yaitu Upacara Melianin atau Medagang Jaje. Upacara ini termasuk upacara Manusa Yadnya yaitu untuk bayi yang lahir di Desa Julah. Adapun urutan dari Upacara ini yaitu :

1. Upacara Mapag yaitu Upacara untuk Bayi yang minimal sudah berumur 1 bulan 7 hari.

2. Upacara Ngangkid yaitu Upacara yang dilakukan setelah bayi berumur 6 bulan

3. Upacara Malianin yaitu Upacara yang dilakukan pada saat hari raya Galungan

Upacara-upacara ini selain untuk Bayi yang lahir di Desa Julah juga untuk seseorang yang baru masuk menjadi warga Julah melalui proses perkawinan. Pada dasarnya tidak ada yang membedakan upacara-upacara tersebut antara Bayi maupun orang Dewasa, yang membedakan hanyalah apakah orang dewasa atau bayi tersebut merupakan anak pertama atau kedua. Jika bayi tersebut merupakan anak pertama akan ada proses lanjutan yakni prosesi mecacar. Upacara malianin itu sendiri hanya akan dilakukan pada hari raya Galungan saja. Upacara malianin dilakukan dalam 4 tahap yaitu hari pertama dilakukan pada saat hari penyajaan Galungan atau dikenal dengan prosesi ngae gegantungan yaitu proses pembuatan jajan yang akan digunakan pada upacara malianin seperti jaje begina, tape, jaje giling dan lainnya. Jajan-jajan ini nantinya akan digantung disebuah janur dan diletakkan di sanggah pemilik upacara. Pada hari kedua pada penampahan Galungan yaitu tahap persiapan banten seperti membuat sate babi, sate ayam dan sebagainya kemudian dilanjutkan dengan ngejot dan membagi-bagikan makanan olahan daging dan lawar kepada para warga yang diundah pada saat upacara dan para tetangga. Sebagai catatan daging babi yang digunakan pada Upacara ini hanya bisa diperoleh dari proses patungan dengan warga lain yang melakukan upacara sama pada hari tersebut, jadi pemilik upacara tidak dibolehkan melakukan penyembelihan babi secara pribadi. Pada hari ketiga, bayi atau pemilik upacara melakukan pembersihan atau penglukatan menggunakan air dari sumur suci di Desa Julah. Dan pada sore harinya bayi atau pemilik upacara melakukan upacara prosesi medagang jaje atau jualan jajan dimana yang membeli bisa dilakukan oleh sanak keluarga ataupun tetangga yang datang. Dalam prosesi ini bagi bayi atau orang dewasa perempuan akan nunggi bokor yang berisi dagangan layaknya pedagang yang menjajakan dagangannya sambil berjalan di atas lide atau sejenis bagian alat-alat tenun dan bagi bayi laki-laki sama dengan perempuan berjalan dengan nunggi bokor hanya saja sambil menginjak kejen sejenis alat pertanian yang digunakan untuk membajak sawah atau kebun. Di hari ketiga dilakukan pada saat hari raya Galungan yaitu prosesi nganteb banten, prosesi ini sangat singkat, si Bayi atau pemilik upacara nganteb atau muput sendiri banten sesuai arahan dari Balian. Balian di Desa Julah adalah beliau yang dibolehkan muput upakara yang berskala kecil atau bisa disepadankan dengan Jro Mangku. Di Hari keempat prosesi mecacar dan ngejot. Dari semua jajan yang dibuat dan digantung di hari sebelumnya kemudian jajan ini dibagi-bagikan ke seluruh penduduk Desa Julah yang sudah berkeluarga. Proses mecacar ini dilakukan pada pagi hari berjalan ke seluruh rumah penduduk Desa Julah, bisa dilakukan oleh anak muda tidak diharuskan orang dewasa. Terakhir adalah prosesi mecaru dimana proses ini merupakan wujud syukur bahwa upacara malianin sudah berjalan dengan lancar.

Sumber : Youtube "Kayekano"