(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Perbedaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali

Admin disbud | 24 Februari 2024 | 936 kali

Umat Hindu di Bali merayakan rahina Sugihan Jawa. Sehari setelah Sugihan Jawa, rangkaian hari raya Galungan dilanjutkan dengan Sugihan Bali. Lantas, apa perbedaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali?

Sugihan Jawa


Sugihan Jawa diperingati enam hari sebelum hari raya Galungan. Mengacu pada sistem penanggalan Bali, rahina Sugihan Jawa dirayakan setiap 210 hari sekali, yaitu pada Kamis atau Wraspati Wage Sungsang. penamaannya, kata Sugihan Jika ditinjau dari pena Jawa berasal dari urat kata sugi yang berarti membersihkan dan jawa artinya luar. Sehingga, Sugihan Jawa dimaknai sebagai hari penyucian secara sekala maupun niskala terhadap alam makro atau Bhuana Agung.


Lontar Sundarigama menyebut Sugihan Jawa sebagai pasucian dewa kalinggania pamrastista bhatara kabeh. Artinya, Sugian Jawa adalah momen penyucian para Dewa maupun Bhatara. Penyucian secara sekala ditandai dengan melakukan pembersihan bangunan suci, termasuk halaman pura, paibon, maupun alat-alat upakara. Berikutnya, penyucian secara niskala dilakukan dengan persembahan, yakni menghaturkan sesajen pangresikan pada tempat, pralingga, maupun pratima.


Dra Ni Made Sri Arwati melalui buku Hari Raya Galungan (1992) menjelaskan, prosesi saat Sugihan Jawa dilaksanakan pamretistan ring Bhatara Kabeh melalui upacara mererebu di pemrajan atau sanggah. Itulah sebabnya, Sugihan Jawa juga disebut dengan istilah parerebon yang menandai turunnya semua Bhatara ke dunia. Adapun upacara mererebu ini dilengkapi upakara pengeresikan dengan sarana bunga yang harum untuk menstanakan para Dewa dan Pitara. Upakara parerebuan ini diupayakan menggunakan guling itik.


Proses pensucian atau pembersihan secara besar-besaran dimulai dari bangunan suci terpenting. Misalnya Padmasana, Kemulan, Meru, Gedong, Taksu, hingga yang terakhir diperluas ke luar (halaman luar). Sarana persembahan dilengkapi dengan segehan dan arak-berem. Setelah rangkaian upacara tersebut selesai, umat kemudian melaksanakan persembahyangan dan matirtha. Setelah nunas tirtha, maka berakhir pula pelaksanaan Sugihan Jawa. Rangkaian prosesi Sugihan Jawa di masing-masing daerah bisa saja berbeda, karena memiliki dresta (pakem) masing-masing.


Sugihan Bali


Sehari setelah Sugihan Jawa, umat Hindu di Bali kembali merayakan rahina Sugihan Bali. Sugihan Bali juga merupakan salah satu rangkaian hari raya Galungan yang diperingati setiap 210 hari sekali pada Sukra Kliwon Wuku Sungsang. Sugihan Bali merupakan hari penyucian terhadap alam mikrokosmos atau bhuana alit. Melansir laman resmi PHDI, Sugihan Bali berasal dari kata sugi yang berarti membersikan dan bali yang berarti kekuatan yang ada dalam diri (bahasa Sansekerta).


Prosesi pembersihan menjelang hari raya Galungan itu dilakukan secara sekala dan niskala, baik lahir dan batin. Sugihan Bali juga menjadi momen yang baik untuk melakukan penglukatan, sarananya dapat menggunakan bungkak nyuh gading. Lontar Sundarigama menjelaskan, Sugihan Bali sebagai kalinggania amrestista raga tawulan. Artinya, penyucian badan jasmani dan rohani atau bhuana alit dilakukan dengan memohon tirtha pembersihan atau penglukatan.


Dra Ni Made Sri Arwati dalam buku Hari Raya Galungan (1992) menjelaskan, tidak ada upacara khusus saat pelaksanaan Sugihan Bali. Umat dapat memohon tirtha pengelukatan kepada Sang Sadaka atau Sulinggih. Selebihnya, perayaan Sugihan Bali dilakukan dengan persembahyangan sebagaimana saat hari-hari Kliwon lainnya.


Selain penglukatan, Sugihan Bali juga menjadi waktu yang baik untuk melakukan yoga semadi. Tujuannya untuk mulat sarira atau introspeksi diri dan menahan diri dari segala macam godaan indria. Seperti halnya Sugihan Jawa, prosesi saat Sugihan Bali dapat dilakukan sesuai desa, kala, patra (tempat, waktu, keadaan). Itu sebabnya, prosesi perayaan Sugihan Bali di Bali bisa saja berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya.


Sumber : detikbali