Ngaben di Desa Lemukih Buleleng Tidak Menggunakan Api
Admin disbud | 26 Januari 2023 | 137 kali
Pada umumnya upacara ngaben selalu identik dengan pembakaran mayat, tapi berbeda halnya dengan di Desa Lemukih. Desa Lemukih merupakan salah satu Desa tua di Kabupaten Buleleng. Masyarakat di Desa ini memiliki kepercayaan tentang larangan membakar mayat saat prosesi ngaben, hal ini sering disebut dengan Bilo Tanem atau Mratiwi. Hingga saat ini larangan tersebut masih diyakini dan dilaksanakan oleh masyarakat setempat. Tidak
ada sumber tertulis yang melarang pembakaran mayat saat prosesi ngaben. Namun kepercayaan ini masih terus dipercaya secara turun menurun secara lisan.
Masyarakat Lemukih menganggap kepercayaan atau mitos tersebut sebagai sesuatu kebenaran yang pasti dan tidak bisa diganggu gugat.
Larangan pembakaran mayat ini sudah dilaksanakan secara turun menurun. Adapun filosofi dari kepercayaan ini adalah agar jasad yang berasal dari unsur pertiwi sementara dapat merunduk pada pertiwi atau diistilahkan dapat mencium bunda pertiwi. Ngaben yang dilaksanakan di Desa Lemukih awalnya diistilahkan dengan pemuunan yang artinya pembakaran. Upacara Ngaben pembakaran mayat pernah dilakukan di Lemukih namun saat proses pembakaran mayat berlangsung tiba-tiba terjadi kejadian yang aneh, api yang dinyalakan untuk pembakaran mayat selalu mati dan tidak dapat menyala dan mayat yang ada di dalam peti tiba-tiba mengeluarkan keringat. Beberapa masyarakat yang ada pada saat upacara tersebut tiba-tiba mengalami kerauhan massal. Salah satu orang yang mengalami kerauhan lalu berkata upacara pengabenan tidak boleh dilakukan dengan pembakaran mayat karena asap dari pembakaran mayat itu akan sampai ke Pura Bukit Cemare Geseng yang tentu akan menyebabkan Pura itu leteh atau kotor.
Pengabenan cukup dilakukan dengan mencabut tanaman yang hidup disekitar gundukan kuburan jenasah yang diabenkan. Kemudian tanaman yang sudah dicabut tersebut dibungkus dengan kain putih kuning dan dibawa oleh anak perempuan yang masih kecil atau masih suci.
Untuk diketahui Pura Bukit Cemara Geseng merupakan salah satu Pura dasar atau Pura yang paling dikeramatkan oleh masyarakat Desa Lemukih. Pura ini terletak di sebelah kanan Desa Lemukih dan tepat berada di puncak bukit. Setelah kejadian tersebut maka masyarakat Desa Lemukih hingga saat ini mempercayai bahwa tidak boleh ada prosesi ngaben dengan adanya pembakaran mayat tapi dengan cara mencabut tanaman di sekitar kuburan yang akan diaben. Apabila larangan itu dilanggar masyarakat percaya akan terjadi malapetaka di Desa tersebut seperti terjadi gerubug atau banyak yang meninggal tanpa sebab yang pasti.
Sumber : Youtube "Telusur Bali"