SEJARAH
PURA MEDUWE KARANG
Pura
Meduwe Karang di desa Kubutambahan adalah sebuah pura pertanian yang erat
hubungannya dengan tanah tanah kering (tegalan) dan kebun - kebun (abian),
demikian ucapan para penyiwi/ pengamong pura tersebut yang dapat dipercaya. Hal
ini dikatakan pula oleh penulis terdahulu Dr.R.Goris dalam bukunya yang
berjudul "Bali Atlas Kebudayaan". Kalau di teliti nama Pura
"Meduwe Karang" terdiri dari dua suku kata. Meduwe (Bahasa Bali)
berasal dari kata "duwe" yang berarti punya, mendapat awalan me
menjadi "meduwe" yang berarti mempunyai. Karang berarti tanah /
tegalan. Jadi Meduwe Karang berarti mempunyai tanah / tegalan. Ternyata yang
mengamong Pura Meduwe Karang ini adalah terutama para petani khususnya petani
tanah kering (tegalan) dan petani pemilik kebun (abian ). Dengan demikian
jelasnya Pura Meduwe Karang adalah pura yang erat hubungannya dengan pertanian.
Seperti
telah dijelaskan diatas bahwa Pura Meduwe Karang di- sungsung oleh para petani
kering dan kebun - kebun. Pelaksana utama dari segala kegiatan Pura ialah
"Kerama" (anggota) Desa "Petegak" (adat) Kubutambahan yang
terdiri dari ± 37 KK. Untuk menggali sejarah Pura Meduwe Karang, seperti halnya
menggali sejarah Kesenian tradisional di Bali, amat sulit untuk mendapatkan
data data yang otentik oleh karena sudah merupakan kebiasaan orang Bali
khususnya dan Bangsa Indonesia umumnya merasa enggan untuk menulis atau mencatat
peristiwa yang terjadi atas dirinya maupun dialam sekitarnya. Untuk mendapatkan
data data yang mendekati kebenaran maka jalan yang ditempuh ialah dengan cara
mengumpulkan keterangan-keterangan dari informan yang kira-kira mengetahui
ataupun yang langsung mengalami disamping dari "Babad" (silsilah ).
Setelah
diadakan penelitian melalui wawancara dengan beberapa informan yang kira-kira
dapat di- percaya serta tulisan-tulisan dalam Babad Pura Meduwe Karang maka
dapat diungkapkan bahwa berdirinya Pura Meduwe Karang di Desa Kubutambahan ini
ada hubungannya dengan perkembangan penduduk Desa Bulian. Desa Bulian merupakan
desa tua yang terletak ± 7 Km disebelah selatan desa Kubutambahan dan merupakan
desa yang terletak di pegunungan. Di Desa ini terdapat sebuah pura yang bernama
Pura Delod Guwuh yang amat dimuliakan oleh masyarakat Desa Bulian, yang
sebagian besar terdiri dari petani. Dari tahun ke tahun penduduk Desa Bulian
bertambah jumlahnya. Per kembangan penduduk membawa konskwensi yang lebih kompleks
seperti bertambah banyaknya keperluan sandang pangan, daerah pemukiman,
lapangan kesempatan kerja dan lain-lainnya. Padatnya penduduk dan berkurangnya
lapangan kerja di Desa Bulian ini mendorong kemauan mereka untuk berpindah ketempat
baru demi tercapainya kehidupan yang lebih baik. Sebagian besar mereka menuju
arah utara kearah pantai dan menetap disuatu tempat yang dinamakan
Kubutambahan. Makin lama jumlah mereka yang menetap ditempat pemukiman baru itu
bertambah banyak, oleh karena keadaan tanah disana lebih subur dan datar
dibanding Desa Bulian sehingga untuk bertani dirasakan lebih mudah dan lebih
baik hasilnya. Namun lama-kelamaan mereka mengalami kesulitan dibidang
sepiritual (keagamaan) karena mereka harus menempuh medan yang sulit untuk
pergi ke Desa Bulian yang merupakan desa asal mereka dalam rangka memenuhi
kewajiban mereka dibidang agama bila upacara piodalan di Pura Delod Guwuh
khususnya dan pura-pura lainnya yang ada di Desa Bulian. Hal ini menimbulkan
gagasan mereka yang telah menetap dipemukimanbaru (Desa Kubutambahan) untuk
membangun pura yang.
Sumber
: Buku Pura Meduwe Karang (oleh : I Gusti Bagus Ngurah ardjana, BA dan Putu
Kusumada, BA (1979/1980)