Banten Pejati adalah sekelompok banten yang dipakai sarana untuk menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi dan manifestasiNya, akan melaksanakan suatu upacara dan mohon dipersaksikan, dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan. Banten pejati merupakan banten pokok yang senantiasa dipergunakan dalam Pañca Yajña.
Banten Pejati setiap daerah di Bali memiliki bentuk dan cara penyajian yang berbeda-beda, selain itu penyajian Banten Pejati juga sesuai dengan tingkatan upacara yadnya.
Banten pejati dihaturkan kepada Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu:
1. Peras kepada Sanghyang Iswara
2. Daksina kepada Sanghyang Brahma
3. Ketupat kelanan kepada Sanghyang Wisnu
4. Ajuman kepada Sanghyang Mahadewa
Adapun unsur-unsur banten pejati antara lain:
1. Daksina dipergunakan sebagai mana persembahan atau tanda terimakasih, selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan.
2. Banten peras dimaksud untuk mengesahkan anak/cucu, dan bila suatu kumpulan sesajen tidak dilengkapi dengan peras akan dikatakan penyelenggaraan upacaranya dikatakan tidak sah, oleh karena itu banten peras selalu menyertai sesajen-sesajen yang lain terutama yang mempunyai tujuan tertentu.
3. Penyeneng/ tehenan/ pabuat dibuat untul tujuan untuk membangun hidup yang seimbang sejak dari baru lahir hingga maninggal.
4. Ketupat kelanan merupakan lambang dari sad ripu yang telah dapag dikendalikan atau teruntai oleh rohani sehingga kebijakam senantiasa meliputi kehidupan manusia.
5. Soda/ajuman digunakan sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina yang ditujukan kepada para leluhur.
6. Pasucian dipergunakan sebagai alat untuk menyucikan Ida Bhatara dalam suatu upacara keagamaan.
7. Segehan digunakan untuk menetralisir dan menghilangkan pengaruh negatif.
Sumber:
https://satyagrahabali.blogspot.com/2019/04/arti-dan-makna-banten-pejati.html?m=1
Ida Ayu Wahyu Kumara Putri, Dkk