(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Tumpek Landep

Admin disbud | 10 September 2021 | 1657 kali

Tumpek Landep, Pemujaan Terhadap Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati
Umat Hindu di Bali terkenal dengan banyaknya perayaan dan hari raya. Salah satunya adalah hari raya Tumpek Landep. Tumpek Landep diperingati saat Saniscara Kliwon wuku Landep setiap 6 bulan sekali. Tumpek sendiri artinya turun, yang maknanya berkembang menjadi peringatan. Landep berarti Tajam atau ketajaman. Adapun ketajaman itu layaknya (disimbolkan) sebagai senjata yang berbentuk lancip/runcing seperti keris, tombak dan pedang.
Dewasa kini, senjata lancip itu sudah meluas pengertiannya. Tak hanya keris dan tombak, juga benda-benda hasil cipta karsa manusia yang dapat mempermudah hidup seperti sepeda motor, mobil, mesin, komputer dan sebagainya. Benda-benda itulah yang diupacarai. Akan tetapi ada satu hal yang tidak boleh disalah artikan, dalam konteks itu umat bukanlah menyembah benda-benda teknologi, tetapi umat memohon kepada Ida Sang Hyang Widi dalam manifestasinya sebagai Ida Bhatara Sang Hyang Pasupati yang telah menganugerahkan kekuatan pada benda tersebut sehingga betul-betul mempermudah hidup.
Dalam Tumpek Landep, Landep yang diartikan tajam mempunyai filosofi yang berarti bahwa Tumpek Landep merupakan tonggak penajaman, citta, budhi dan manah (pikiran). Dengan demikian umat selalu berperilaku berdasarkan kejernihan pikiran dengan landasan nilai – nilai agama. Dengan pikiran yang suci, umat mampu memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
Hari raya Tumpek Landep adalah hari raya mengandung arti permohonan, ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Sang Pencipta yang telah memberikan kemudahan, rahmat dan ketajaman pikiran, di hari ini juga manusia dan umat Hindu khususnya di Bali di ajarkan agar dapat mempergunakan dan memanfaatkan benda yang terbuat dari logam untuk kesejahteraan dan kemakmuran dalam menjalankan kehidupan.
Makna dari setiap hari suci harus digali dan difahami. Sebab jika tidak, ritual akan menjadi kegiatan berulang tanpa pemaknaan yang tinggi.