Awig-awig adalah aturan yang dibuat oleh krama Desa Adat dan atau Krama Banjar Adat yang berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan Tri Hita Karana yakni keharmonisan hubungan antara maausia dengan Tuhan Yang Maha Esa (Prahyangan), keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia (Pawongan) dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam (Palemahan). Dengan demikian awig-awig merupakan aturan hukum (adat) yang berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat Desa Adat guna terciptanya ketertiban, ketentraman dan kedamaian, serta rasa keadilan di dalam masyarakat Desa Adat. Sehingga awig-awig tersebut sangat ditaati secara turun temurun oleh krama Desa Adat di Bali.
Pada dasarnya awig-awig itu memuat hak dan kewajiban warga desa adat, apabila hal itu dilanggar akan ada reaksi dari masyarakat yang bersangkutan yang mana dalam pelaksanaannya sudah barang tentu dilaksanakan oleh prajuru desa adat yang diberikan kewenangan sebagai pengatur keseimbangan hidup dalam masyarakat. Di dalam Awig-awig Desa inilah akan dapat dilihat perbuatan-perbuatan apa yang harus / wajib dilakukan dan perbuatan perbuatan apa yang dilarang berikut sanksi adatnya. Atau dengan kata lain hakhak dan kewajiban-kewajiban dari pada warga masyarakat (krama Desa/Banjar) dapat dilihat dalam Awig-awig.
Beberapa awig-awig yang tertulis pada jaman dulu, dapat ditemukan beberapa ciri yang hampir mirip satu dengan yang lainnya. Kemiripan antara lain tampak pada, sistematikanya yang kurang jelas. Ketentuan dalam awig-awig terkesan seperti notulen rapat. Tidak mencantumkan batas wilayah yang jelas. Semua penduduk yang tinggal di suatu Desa “Adat dianggap sebagai krama desa. Belum ada ketentuan yang mengatur mengenai krama tamiu di Desa Adat. Ketentuan tentang sanksi langsung melekat pada masing-masing perbuatan yang dilarang. Awig-awig dibuat untuk mengatur pelaksanaan kehidupan beragama Hindu dan pelaksanaan adat istiadat di desa adat tertentu, sehingga nuansa “desa mawacara” sangat kecil.
Adapun secara garis besarnya, sistematika dan substansi dari pada awig-awig yang dipakai sebagai pedoman sekarang ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
PIDAGING
MAKA BANTANG AWIG-AWIG
DESA ADAT …………….
MURDHA - CITTA
PRATHAMAS SARGAH : ARAN MIWAH WEWIDANGAN
DWITIYAS SARGAH : PAMIKUKUH MIWAH PATITIS
TRITIYAS SARGAH : SUKERTA TATA PARAHYANGAN
Palet 1 Indik Dewa Yadnya
Palet 2 Indik Resi Yadnya
Palet 3 Indik Pitra Yadnya
Palet 4 Indik Manusia Yadnya
Palet 5 Indik Bhuta Yadnya
CATURTHAS SARGAH : SUKERTA TATA PAWONGAN
Palet 1 Indik Krama
Palet 2 Indik Prajuru Desa
Palet 3 Indik Kulkul
Palet 4 Indik Paruman
Palet 5 Indik Druwen Desa
Pelet 6 Penyanggra Desa
Palet 7 Indik Pawiwahan
Palet 8 Indik Nyapian
Palet 9 Indik Sentana
Palet 10 Indik Warisan
PANCAMAS SARGAH : SUKRETA TATA PALEMAHAN
Palet 1 Karang, Tegal lan Carik
Palet 2 Pepayonan
Palet 3 Wewangunan
Palet 4 Wewalungan
SASTHAS SARGAH : WICARA LAN PAMINDANDA
Palet 1 Bhaya
Palet 2 Indik Wicara
Palet 3 Indik Pamidanda
SAPTAMAS SARGAH : NGUWAH-UWAHIN AWIG-AWIG
ASTAMAS SARGAH : P A M U P U T
Jadi pada dasarnya awig-awig berfungsi mengatur mengenai hak dan kewajiban krama desa yang berhubungan dengan falsafah Tri Hita Karana, yaitu hubungan krama dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Prahyangan), hubungan krama dengan krama (pawongan), dan hubungan antara krama dengan alam lingkungan (palemahan). Hubungan tersebut dijabarkan dalam palet palet maupun pawos-pawos.