0362 3303668
087894359013
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Bahasa Bali Adalah Identitas Masyarakat Bali

Admin disbud | 27 Februari 2019 | 6324 kali

Pentingnya bahasa sebagai identitas manusia, tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan manusia terhadap pemakaian bahasa dalam kehidupan bermayarakat sehari-hari. Untuk menjalankan tugas kemanusiaan, manusia hanya punya satu alat, yakni bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat mengungkapkan apa yang ada di benak mereka. Sesuatu yang sudah dirasakan sama dan serupa dengannya, belum tentu terasa serupa, karena belum terungkap dan diungkapkan. Hanya dengan bahasa, manusia dapat membuat sesuatu terasa nyata dan terungkap. Sering manusia lupa akan misteri dan kekuatan bahasa. Mereka lebih percaya pada pengetahuan dan pengalamannya. Padahal semua itu masih mentah dan belum nyata, bila tidak dinyatakan dengan bahasa. 

Masyarakat yang beragam telah lama memiliki identitas yang jelas dengan bingkai sentimen primordial (agama, etnis, bahasa dan lain-lain). Bahasa sebagai identitas atau jati diri telah membangun nilai-nilai, norma, dan simbol-simbol ekspresif menjadi ikatan sosial untuk membangun solidaritas dan kohesivitas sosial. Bagi masyarakat, identitas adalah "harga diri" dan "senjata" untuk menghadapi kekuatan luar lewat simbol-simbol bahasa dan budaya. Nilai, norma dan simbol-simbol ekspresif yang terkandung dalam identitas tertentu memberikan penguatan bagi tindakan-tindakan di masa lalu, menjelaskan tindakan masa sekarang dan pedoman untuk menyeleksi pilihan-pilihan masa depan.

Dari semua kajian diatas dapatlah dikatakan bahwa bahasa itu dipakai sebagai simbol identitas suatu masyarakat. Pada saat ini identitas daerah dalam hal ini bahasa Bali dioperasionalkan ke dalam bentuk penyebarluasan, guna mendapat pengakuan dari masyarakatnya. Dalam otonomi daerah ini bahasa Bali memiliki posisi yang sangat strategis. Sebagai simbol identitas, bahasa Bali dapat dimanfaatkan untuk mengekspresikan segala bentuk ide oleh manusia Bali yang terkait dengan pembangunan wilayahnya. Hal itu tidak menimbulkan masalah besar, karena radio, TV dan surat kabar lokal dapat digunakan sebagai media untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan simbol identitas ini pada masyarakatnya, karena bahasa Bali masih tergolong kelompok bahasa besar di Indonesia. Tidak demikian halnya jikalau bahasa Bali dikategorikan sebagai kelompok bahasa minoritas.

Selama ini usaha untuk menjadikan bahasa Bali sebagai suatu kebanggaan identitas sudah dilakukan. Hal ini terlihat dari mulai adanya perhatian Pemerintah Daerah terhadap pemertahanan bahasa Bali. Pemerintah melalui lembaga yang dimilikinya seperti Lembaga Pelestarian dan Pengembangan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali dan Balai Bahasa sudah berusaha untuk menciptakan ranah-ranah baru untuk pemakaian bahasa Bali, misalnya adanya penyelenggaraan lomba berbahasa Bali, menulis Bali, menulis cerita berbahasa Bali yang diselenggarakan oleh lembaga itu secara berkesinambungan. Universitas dan lembaga-lembaga pendidikan sudah dengan terencana melalui program muatan lokal kurikulum telah pula mengembangkan kegiatan-kegiatan penunjang untuk kebertahan bahasa Bali. Demikian pula lembagalabaga lainnya seperti media baik media cetak maupun media elektronik telah pula menancapkan programnya untuk keajegan bahasa Bali. Namun usaha tersebut masih dalam tataran struktural dan politis, belum merambah “akar rumput” yang merupakan basis kultural dan mengakar. Kesadaran dari pemerintah, media, dan masyarakat terhadap konsep bahasa sebagai simbol identitas masih rendah. Usaha para budayawan dan ahli bahasa belum didukung penuh oleh kebijakan strategis dan merakyat dari pemerintah. Ditambah lagi peran media yang semakin luas tidak diimbangi oleh usaha sosialisasi bahasa Bali yang baik dan benar membuat masyarakat kini lebih merespon bahasa lain seperti bahasa Indonesia maupun bahasa asing serta semakin jauh dari kaidah berbahasa Bali yang benar. Bukannya manusia Bali harus tertutup dari pengaruh nasional dan asing, namun kemampuan untuk menyaring informasi, pemakaian bahasa setiap hari, dan perilaku inilah yang menjadi pokok masalah terjadinya kegamangan identitas.

Dinamika antara potensi dan tantangan yang dialami bahasa Bali saat ini merupakan suatu fakta yang dapat dijadikan sumber prediksi bagi eksistensi bahasa Bali sebagai simbol identitas manusia Bali di masa depan. Dalam konteks bahasa Bali, banyak orang Bali mencemaskan perkembangan bahasa Bali, malah ada yang memprediksi bahasa Bali akan mati atau punah. Akan tetapi banyak pula yang memprediksi bahwa peran bahasa Bali akan semakin berkembang, baik di daerah Bali sendiri maupun di daerah lain yang telah menjadi pusat berkembangnya kebudayaan Bali di luar daerah
Bali. Jumlah penutur bahasa Bali dalam waktu dekat ini akan terus meningkat. Hal ini akan meningkatkan prestise di kalangan para penuturnya yang kemudian akan mempengaruhi sikapnya untuk lebih positif terhadap bahasa Bali. Terlebih lagi bahasa Bali sekarang tidak hanya dipakai di daerah Bali saja, melainkan di daerah lain yang pada awalnya adalah daerah transmigrasi, pemakaian bahasa Bali sudah demikian meluas, seperti di Sumatra dan di Sulawesi. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah menentukan srtategi yang tepat untuk pemberdayaan dan pengembangan bahasa Bali itu. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Pemerintah dan masyarakat harus menentukan kebijakan tegas dalam perencanaan bahasa untuk dapat menyandingkan bahasa Bali dengan                bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya berkembang saling berdampingan dan menyentuh secara langsung terhadap pemakaian bahasa Bali.
b. Masyarakat harus menciptakan ranah pemakaian bahasa yang lebih luas, karena semakin banyak ranah pemakaian bahasa dapat diciptakan                (pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknilogi informasi) akan semakin kecil kesenjangan antara kebutuhan penutur untuk mengekspresikan diri                dalam  berbagai aspek kehidupan.
c. Penutur bahasa Bali harus memiliki kesadaran sikap positif terhadap bahasa Bali untuk meningkatkan kesetiaan (language loyalty) yang ditandai            dengan sikap mempertahankan kemandirian bahasa, kebanggaan (language pride) yang mendorong menjadikan bahasa sebagai identitas pribadi          atau kelompok, sekaligus membedakannya dengan kelompok lain,, dan pemahaman pada norma pemakaian bahasa Bali (awareness of language          norm) yang mendorong penggunaan bahasa secara cermat, benar, dan santun. Kesadaran demikian merupakan faktor yang sangat menentukan            perilaku tutur dalam wujud pemakaian bahasa (language use)

Sumber : https://media.neliti.com/media/publications/229757-bahasa-bali-sebagai-simbol-identitas-man-393a3e02.pdf