(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Evolusi Kehidupan Seni Budya di Buleleng

Admin disbud | 03 Agustus 2017 | 1487 kali

Seni telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Buleleng yang secara historis diperkirakan mulai ada bersamaan dengan adanya peradaban masyarakat. Eksistensinya di tengah-tengah kehidupan masyarakat dengan didukung seluruh elemen-elemen sosial masyarakat seperti; norma-norma, adat dan agama yang dapat memberikan pembinaan dan pengembangan estetis dan sosial-kultural. Seni merupakan ungkapan ekspresi jiwa manusia yang diwujudkan melalui bentuk-bentuk tertentu yang indah dan keberadaannya adalah dijunjung tinggi dengan dijiwai oleh agama Hindu. Keterpautan seni dengan agama Hindu di Bali khususnya di kabupaten Buleleng telah terjadi dari jaman yang lampau hingga sekarang. Sudah menjadi tradisi, tidak ada satupun upacara-upacara keagamaan tanpa diiringi dengan pementasan suatu kesenian. Telah menjadi tradisi bahwa tidak ada satupun bentuk upacara keagamaan dianggap selesai dengan sukses tanpa diikuti dengan kesenian.

Mengacu pada teori semiotika di dalam kesenian terdapat berbagai simbol-simbol kehindahan yang maha agung diyakini memiliki nilai-nilai sakral dan spiritual. Melalui memahaman dan penghayatan makna simbol-simbol yang dirangkai dengan indah dan menarik di dalam  seni diyakini pula oleh umat Hindu yang ada di wilayah Buleleng dapat dijadikan media untuk mendekatkat diri terhadap alam sekala dan niskala. Secara horizontal atau skala seni mampu membangkitkan spirit kehidupan manusia dalam suasana senang, bahagia, terpesona, damai dan kelangon.Sedangkan secara vertikal atau niskala kehadiran seni dapat menuntun jalan kerohanian di dalam  pencarian kebenaran (art for to be).

Tentang makna dan fungsi simbol-simbol di dalam  perspektif Agama Hindu di Bali Titib dalam bukunya yang berjudul Teologi & Simbol-Simbol dalam Agama Hindu mendeskripsikan dengan jelas bahwa simbol-simbol dalam Agama Hindu bukan hanya sekadar tanda atau benda-benda yang indah dan enak dilahat, melainkan juga dibentuk berdasarkan proses ritual yang sangat sakral, disucikan melalui sesajen dan upacara-upacara sampai pada tingkatan prayascita dan pasupati, sehingga simbol-simbol tersebut menjadi suci dengan mengandung daya spiritual dan kekuatan gaib yang sangat tinggi dan disembah oleh umat Hindu di Bali (cf. Titib, 2009:73-74).

Mengamati perkembangan seni di Kabupaten Buleleng memang sangat menarik untuk dikaji, karena peranan masayarakat baik secara inplisit maupun eksplisit ikut memberikan andil besar dalam perkembangannya. Uraian selanjutnya khusus mengkaji dan mendeskripsikan salah satu kesenian yang ada dikabupaten Buleleng adalah seni tari. Beuraha mendeskripsikan mengenai bagaimana seni tari berevolusi dari tingkat yang sederhana sampai ketingkat yang modern atau kontemporer. Perkembangan sejarah seni tari yang ada di Kabupaten Buleleng mengalami proses evolusi yang sangat pesat yaitu mulai dari: 1. Tari Rakyat, 2. Tari Klasik, 3. Tari Kreasibaru, 4. Modern atau tari Kontemporer. Hal ini akan diuraikan satu per satu berikut.

  1. Tari Rakyat adalah jenis-jenis tari milik rakyat dengan bentuk penapilannya sangat sederhana dengan tidak diikat oleh pakem-pakem atau standard tertentu.Tarian ini tidak menggunakan pola-pola koreografi yang rumit dan jelimet, justru yang dipentingkan disini adalah fungsi dan makna dari tarian tersebut yaitu sebagai persembahan seperti memohon hujan ketika musim paceklik, membunuh musuh-musuh ketika berperang, sukhuran setelah panen raya dan sebagainya.Tari Rakyat ini pada zaman masyarakat feudal (400–1945) masih berkembang dikalangan masyarakat jelata, sebagaian merupa-kan kelanjutan dari tarian rakyat dari zaman primitive yang bersifat magis dan sakral dan sebagaian fungsinya sebagai tari hiburan. (Soedarsono, 1972: 20). Di Bali tari rakyat termasuk yang masih popular hingga sekarang adalah seperti; tari Janger, tari Kecak, tari Joged dan tari

 

  1. Tari Klasik adalah golongan seni tari di Kabupaten Buleleng yang telah mengalami perkembangan sejarah yang cukup panjang dengan memiliki nilai-nilai artistik, pakem-pakem dan standard yang sangat tinggi, serta berkembang semenjak kejayaan masyarakat feodal di Bali yaitu pada masa pemerintahan RajaWaturenggong tahun 1460–1550. Beliau bergelar Kresna Kepakisan dengan pusat pemerintahannya di Gelgel. Dimasa keemasan-nya, beliau menaruh perhatian dan pengayoman yang sangat besar terhadap perkembang-an kesenian termasuk seni tari. (Team Penyusunan Naskah dan Pengadaan Buku Sejarah Bali Daerah Tingkat I Bali, 1980: 60). Sebagai tari klasik yang berkembang dilingkungan istana dengan kehidupan bangsawan yang penuh dengan ketentuan hidup serba mengikat, maka golongan tari-tarian ini dikembangkan dengan aturan-aturan main yang representatif. Melalui pembinaan yang serius oleh raja-raja dilingkungan istana, sehingga dapat menghasilkan bentuk-bentuk yang sampai pada puncaknya serta mengkristal memiliki standar baku yang mapan dan terstruktur. Di Buleleng terdapat beranekaragam bentuk seni tari klasik yang masing-masing memiliki gaya atau style seperti; tari Legong, tari Baris, Tari Jauk, tari Topeng dan lain-lain.

 

  1. Tari Kreasibaru adalah jenis-jenis tari ciptaan baru yang pola penggarapannya bertitik tolak pada tari tradisi. Mengkhusus tentang keberadaan tari kreasibaru, dewasa ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ini terbukti dengan bermunculan karya-karya tari kreasibaru yang dilandasi semangat kreativitas bagaikan jamur dimusim hujan, sulit dihitung karena banyaknya tari yag tercipta. Iklim yang menyegarkan ini sangat positif bila ditinjau dari pelestarian, pembinaan, dan pengembangan seni di Dengan demikian berarti ikut menunjang ketahanan nasional khususnya dibidang kebudayaan. Namun perlu dicatat bahwa, dengan begitu pesatnya perkembangan tari kreasi baru di Buleleng dan dari sekian banyak jumlahnya yang muncul, sebagian besar inovasinya keblablasan, yaitu dengan pola garapannya banyak keluar dari pijakan materi-materi tradisi yang ada. Beberapa koreografer dan komposer yang karyanya mencari unsur-unsur baru mengikuti koreografi modern dan universal atau lepas dari kaedah-kaedah tradisi dengan memanfaatkan unsur-unsur kebebasan berkreativitas. Dalam rialitas atau secara emperis kehadiran berbagai tari dan kerawitan kreasibaru tersebut masih bersifat skiptis ditengah-tengah masyarakat Bali, khususnya di Buleleng yang masih kental dengan tari tradisi. Sehingga hasil karyanya banyak yang hanya bertahan sesaat, pentas sekali dua kali lalu menghilang tanpa bekas dimakan waktu. Ungkapan ekstrim sering terlontar oleh maestro-maestro kebudayaan tentang karya-karya seperti itu, menebutkanbahwa “tari dan karawitan tidak bertaksu”tari yang tidak ada spirit, greget dan mati suri karena dangkal dalam penggarapannya. Tari seperti iuibarat “tisu” habis pakai dibuang begitu saja tanpa bermakna sama sekali. Hal ini menunjukan batapa kuatnya rasa fanatisme masyarakat Buleleng terhadap tradisi sebagai salah satu kesenian daerah yang dijunjung tinggi. Ini bukan berarti masyarakat Buleleng tidak bisa menerima pengaruh kesenian luar, justru Buleleng sangat terbuka menerima pengaruh luar, tetapi difilter dan diadaftasikan, disesuaikan dengan keberadaan tradisi setempat.

 

 

  1. Tari Kontemporer adalah golongan seni tari ciptaan baru yang pola penggarapannya menggunakan pendekatan koreografi modern yang lepas dan bebas dari pengaruh tradisi yang telah ada. Dengan dilandasi prinsip-prinsip kebebasan berkreativitas, koreografer-koreografer dan komposer-komposer muda di Bali.Begitu juga Buleleng merasa bangga mampu menghasilkan karya seni yang asal berbeda, aneh, dan urakan. Proses garapan seperti ini juga disebut dengan karya eksperemental yaitu sebuah proses pencarian berdasarkan ediologi ekstrim sang seniman. Biasanya yang menjadi pola pemikiran dari koreografer-koreografer di dalam proses penggarapan tari-tari kontemporer adalah “how to make something different” yaitu bagaimana membuat sesuatu (karya tari) yang berbeda, aneh, lain dari yang lain termasuk dari tari yang telah ada. Orientasi penciptaan tari-tari dan karawitan seperti ini adalah globalisasi yang mengagung-agungkan gaya barat, yang mengarah kepada bentuk seni “art for arts”, yaitu suatu karya yang hanya untuk seniman tertentu. Di Bali begitu juga di Buleleng, bentuk-bentuk tari dan karawitan seperti ini belum begitu diterima oleh masyarakat sehingga kehadirannya di atas panggung hanya bisa dipentaskan pada event-event tertentu dan untuk penonton-penonton tertentu pula. Dilihat dari bentuk penampilan tari dan musik kontemporer sangat dominan berkiblat pada gaya barat baik konsep maupun bentuknya seperti; penggunaan ide-ide, tema, perbendaharaan gerak, pola lantai, kostum, tata rias, musik iringan dan property. Penciptaan karya musik yang tidak lagi menggunakan konsep bahwa melodi adalah sebuah landasan karya musik yang indah dan tematis tetapi dalam karya kontemporer adalah ritme dijadikan landasan utama.