(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Fungsi Sakral dan Profandalam Konteks Sosio-kultural Pertunjukan Seni di Kabupaten Buleleng

Admin disbud | 03 Agustus 2017 | 7357 kali

Berdasarkan keputusan seminar seni sakral dan profan pada tahun 1971 para seniman dan budayawan Bali mengklasifikasikan seni tari berdasarkan fungsinya menjadi tiga golongan yang lasimnya disebut dengan Tari Wali, Tari Bebali, dan Tari Balih-balihan (Bandem, 1996:49). Di Kabupaten Buleleng ketiga kategori ini secara konvensional dipentaskan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam masyarakat baik kepentingan agama maupun adat dan hiburan adalah sebagai berikut:      

  1. Tari Wali adalah jenis-jenis tari yang difungsikan sebagai sarana upacara keagamaan. Oleh umat Hindu tari-tari ini tergolong tari yang paling disakralkan oleh masyarakat pendukungnya yang hanya bisa dipentaskan pada hari-hari dan tempat-tempat suci tertentu terutama di halaman pura yang paling suci yaitu jeruan pura. Adapun jenis-jenis tari yang tergolong dalam tari wali adalah seperti; tari Rejang, tari Baris upacara, tari Topeng Sidakarya, tari Memendet dan tari Kesemua tari-tari tersebut bersifat magis dan religious yang setiap pementasannya selalu disertai dengan upacara-upacara dengan sarana upakara tertentu sesuai dengan adat dan kepercayaan masyarakatnya. Umumnya ketika menari menggunakan sarana upacara sebagai properti dipentaskan didepan pelinggih atau stana dari para betara-betari. Dan makna dari tarian ini adalah menyambut turunnya para dewa dan dewi dari khayangan.
  2. Tari Bebali adalah jenis-jenis tari yang difungsikan sebagai pengiring upacara keagamaan yang dipentaskan pada hari-hari dan tempat-tempat tertentu yaitu di halaman tengan (jaba tengah) suatu pura dalam rangka piodalan. Di samping itu jenis tari ini juga dipentaskan untuk upacara-upacara adat tertentu seperti; ruwatan, pembayaran kaul, potong gigi dan sejenisnya. Tari bebali bila dilihat dari bentuk penyajiannya pada umumnya dominan berbentuk dramatari yaitu sebuah pertunjukan yang menggunakan ceritra atau lakon. Sampai saat ini terdapat dua bentuk dramatari yang masih berkembang di Bali yaitu; dramatari yang berdialog baik prosa maupun puisi, dan dramatari yang tanpa dialog. Dramatari yang tanpa dialog menggunakan tanda-tanda gerak dan ekspresi atau mimik sebagai alat untuk berdialog. (Suparli, 1983: 45, Cerita, 2009: 28). Jenis-jenis tari bebali adalah seperti; dramatari Wayang Wong, dramatari Parwa, dramatari Topeng, dramatari gambuh dan Wayang kulit. Bagi umat Hindu meyakini bahwa pementasan dari semua tari-tari bebali ini memiliki spirit dan super power yang bermakna sebagai proteksi terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
  3. Tari Balih-balihan adalah golongan seni tari yang difungsikan hanya untuk hiburan belaka, dipentaskan di halaman paling luar pura (jaba sisi). Golongan seni tari seperti ini disebut dengan seni profane. Pementasannya dilakukan sangat tergantung dari situasi dan kondisi jalannya upacara keagamaan di sebuah pura. Biasanya dipentaskan setelah pelaksanaan persembahyangan selesai, dengan tujuan untuk menghibur para memedek dan masya-rakat sekitarnya dan sekaligus memeriahkan upacara piodalan itu sendiri. Sebagai hiburan, seni tari ini penuh dengan suasana estetis dan tematis seperti; komedi atau humoris, tragedy, romantic, heroic, mistik dan lain-lain. Untuk dorasi pementasan dari seni tari Balih-balihan adalah sangat bebas tergantung materi dan repertoar pemen-tasannya. Tidak jarang pementasannya selesai sampai pagi antara jam 03.00, 04.00,05.00 bahkan ada yang sampai matahari terbit.

 

Dilihat dari bentuk pertunjukannya terdapat beraneka ragam bentuk seni tari (balih-balihan) yaitu; berbentuk solo adalah sebuah pertunjukan seni tari dengan menggunakan seorang penari dalam memerankan satu sosok atau tokoh. Contoh: Tari Baris Tunggal, Tari Jauk, Tari Topeng (pengelembar), Tari Mergapati, Trunajaya, dan lain-lain. Duet adalah pementasan seni tari dengan menggunakan satu pasang (2 orang) penari dalam memerankan dua sosok atau tokoh. Contoh; Tari Oleg Tambulilingan, Tari Cendrawasih, Tari Dewa Dewi, Tari Kasmaran dan lain-lain. Trio adalah sebuah pertunjukan seni tari dengan menggunakan penari tiga orang dalam memerankan tiga sosok atau tokoh. Contoh; Tari Legong Keraton Lasem, Tari Tridatu, Tari Dewi Tara Karebut, Tari Cupu Manik Astagina dan lain-lain. Quartet adalah bentuk pertunjukan seni tari dengan penarinya terdiri dari empat (4) orang. Contoh; Tari Danurdara, Tari Kelinci, Tari Cilinaya, dan lain-lain. Massal adalah pementasan seni tari dengan menggunakan 6 – 8, 10 – 12 penari. Contoh; Tari Satya Bhrasta, Tari Garuda Wisnu, Tari Tunjung Petak, Tari Gabor, Tari Selat Segara dan lain-lain. Dan Tari kolosal adalah sebuah pertunjukan dalam katagori pertunjukan besar (colossal Performance) dengan menggunakan ratusan penari. Contoh; Dramatari Calonarang, Dramagong, Sendratari Kebo Iwa, Sendratari Kala Kelangon, Oratorium Purusada Santa, Oratorium Bisma Dewa Bharata dan lain-lain.