(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Kesenian Tari Joged

Admin disbud | 28 Juli 2017 | 2047 kali

Merupakan tari pergaulan yang sangat popular di Bali, tarian ini memiliki pola gerak yang agak bebas, lincah dan dinamis . Tarian ini biasanya hanya merupakan banyolan atau lelucon yang ditandai dengan sorak-sorak penonton pada saat penari dan pengibingnya melakukan pementasan. Biasanya tarian ini dipentaskan pada musim sehabis panen dan hari penting lainnya. Tari joged ini merupakan tarian berpasangan laki-laki dan perempuan dengan mengundang partisipasi penonton. Tari joged diiringi dengan gamelan tingklik atau bambu berlaras slendro yang disebut gamelan gegran-tangan. Tarian ini muncul pada tahun 1946 di Bali Utara dan kini jogged bumbung dijumpai  disemua desa dan merupakan jenis tari joged yang paling popular di Bali.

Perkembangan terakhir dari tari joged mengundang banyak protes dari masyarakat luas, termasuk seniman yang menggunakan pagu seni  untuk masyarakat yang mengutamakan seni adalah berkaitan dengan estetika, logika, dan etika. Namun di era globalisasi (akhir-akhir ini) muncul ke permukaan seni joged ngebor, yang dipengaruhi oleh Inul Daratista dalam perkembangan dangdut Indonesia. Joged hiburan masyarakat ini menjadi bertransformasi menjadi joged ngebor terkait dengan komodifikasi seni, yaitu seni sebagai komuditas yang dapat dijual untuk menghasilkan kapital (uang), karena seni joged ada dalam posisi tawar-menawar. Penawaran masyarakat selalu diikuti oleh kontrak kerja ngebor, kalau tidak diikuti masyarakat akan memindahkan tawarannya pada skaha joged lain. Dengan demikian joged menjadi delimtis, karena krunya juga membutuhkan penyewa (permintaan), karena kehidupannya sangat bergantung pada masyarakat pendukungnya. Masyarakat kapitalis yang mengukur segalanya dengan uang, akan mempengaruhi berbagai aktivitas masyarakat umum yang secara fungsional merupakan bagian dri sistem sosial yang ada di Bali Utara. 

Sumber: Foto Panitia Bulfest, 2016.