Merupakan seni pertunjukan yang pelaku-pelakunya berwujud boneka dua dimensi yang ditatah atau diukir dan disaji-kan oleh seorang dalang. Kata wayang diduga berasal dari kata wewayangan yang artinya ba-yangan, hal ini sesuai dengan ke-nyataan pada pertunjukan wayang kulit yang menggunakan kelir, secarik kain sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang dan penonton dibalik kelir. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang yang jatuh pada kelir. Pertunjukan wayang kulit diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana (gamelan gender) ada ayang lebih lengkap dalam bentuk kreasi. Dibedakan dengan Ngeramayana dengan Marwa, yang pertama diwarnai oleh cerit perng perebutan Shinta antara Rama dengan Rahwana (Dasamuka), sedangkan yang kedua lebih banyak mengandalkan cerita Mahaberata, sehingga intrumentnya cukup gender wayang saja, sepasang atau dua pasang.
Berbeda dengan wayang wong yang juga merupakan seni pertunjukan dan pelaku-pelakunya manusia atau orang yang memakai tapel dari perwujudan tokoh pewayangan, ia merupakan gendre dari tari lakon Bali perpaduan antara tari drama dan musik. Di Bali ada dua jenis wayang wong yaitu wayang wong Parwa dan wayang wong Ramayana, perbedaannya terletak pada cerita atau lakonnya. Wayang wong Parwa mengambil lakon dari wiracarita (epos) Mahabrata sedangkan Wayang wong Ramayana mengambill lakon wiracarita Ramayana. Semuanya untuk memasyarakatkan nili-nilai pewayangan yang nota bena dianggap sebagai nilai universal dalam Agama Hindu. Lihat foto Wayang Wong Tejakula yang dipentaskan di Bulfest Buleleng tahun 2015 di Puri Kanginan.
Sumber: Foto Panitia Bulfest, 2016.