0362 3303668
087894359013
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Pura Meduwe Karang "Desa Kubutambahan"

Admin disbud | 29 Mei 2017 | 4579 kali

PURA MEDUWE KARANG

Pura Meduwe Karang terletak di Desa Kubutambahan Kecamatan Kubutambahan dengan jarak 12 Km dari kota Singaraja ke arah timur. Objek ini dapat dicapai dengan kendaraan bermotor yang memakan waktu sekitar 15 menit dari kota Singaraja.

Pura Meduwe Karang memiliki areal seluas 6000 M² atau 60 Are dengan perhitungan panjang 120 M dan lebar 50 M. Lokasi pura sangat strategis, di samping dekat dengan laut, berada lebih tinggi dari jalan raya dan memiliki ketinggian sekitar 4 meter dari permukaan laut. Pura Meduwe Karang poisisinya menghadap ke barat.

Pura ini secara historis berdasarkan kepercayaan umat Hindu khususnya masyarakat Desa Kubutambahan mempunyai arti dan makna yang sangat penting. Diperoleh keterangan bahwa pendirian Pura Meduwe Karang ini berkaitan dengan perjalanan Rsi Markandya, dari Jawa ke Bali ( dalam rangka pembangunan Pura Besakih ). Diperkirakan bahwa Rsi Markandya datang ke Bali dengan 40 orang pengiring untuk mendirikan Pura Sanghyang Tiga yang terbuat dari Turus Lumbung, dengan pengemit/penjaga berupa seekor binatang yaitu  macan dan sekaligus ke 40 orang pengiring tersebut menjadi pengamong pura.

Akhirnya kira-kira tahun 1890 dibangunlah pura tersebut sampai selesai pada tahun 1895, yang kemudian diberi nama Pura Maduwe Karang. Secara etimologi nama Pura Maduwe Karang terdiri dari dua suku kata :

Meduwe (Bahasa Bali) berasal dari kata “duwe” yang berarti punya, mandapat awalan me manjadi “meduwe” yang berarti mempunyai.

Karang berarti tanah/tegalan.

Dengan demikian Pura Meduwe Karang adalah sebuah pura pertanian, yang erat hubungannya denagan tanah kering (tegalan).Sampai saat ini para petani masih memiliki suatu kepercayaan bahwa segala kegiatan pertanian baik di tegalan maupun di kebun selalu didahului dengan memohon keselamatan dan restu di Pura Meduwe Karang dengan mengaturkan “sesajen”. Pura Meduwe Karang yang dibangun sejak abad ke-19 ini telah beberapa kali mengalami perbaikan, di antaranya adalah:

Pada tahun 1904 terjadi pemugaran dari 4 buah sekepat menjadi bebaturan. Pada tahun 1922 diperbarui dengan bentuk yang lebih sempurna dan dirampungkan pada tahun 1935, dengan ciri adanya relief orang naik sepeda ( yang menggambarkan orang Belanda yang ikut memberikan sumbangan untuk pembangunan pura ).

Pada tahun 1981/1982 lebih disempurnakan dengan bangunan tembok/pagar dan sebuah bale lantang di jaba tengah, sehingga tampak lebih megah dan anggun seperti sekarang.

Memperhatikan bentuk dan bangunan Pura Meduwe Karang, maka jelas yang disemayamkan adalah ketiga manifestasi Ida Sang Hyang Widhi yaitu Brahma, Wisnu, dan Iswara.Dengan demikian jelas pulalah fungsi Pura Meduwe Karang ini sebagai tempat persembahyangan umat Hindu, terutama saat-saat hari piodalan yang berlangsung setiap Purnama Sasih Kaulu. Pura Meduwe Karang ini memiliki daya tarik tertentu bagi wisatawan, baik domestik maupun asing, yaitu pada nilai budayanya terutama bentuk bangunan dan relief atau hiasannya yang unik dan indah.

Bangunan Pura Meduwe Karang dibuat dari batu padas, yang agak keras dan sulit diukir.Hal ini menyebabkan ukiran tipe Buleleng yang bentuknya agak besar-besar sehingga menarik bagi wisatawan. Secara keseluruhan bentuk Pura Meduwe Karang tidak berbeda dengan pola umum pura di Bali, yang berbentuk teras bertingkat, yaitu mulai dengan bagian Jaba pura, jaba tengah, dan jeroan.Di halaman jaba terdapat tiga deretan patung-patung besar-kecil yang berjumlah 34 buah. Patung-patung tersebut menggambarkan cerita Ramayana dengan pusat cerita adalah ketika Kumbakarna sedang berperang hebat dengan para prajurit kera pasukan Sugriwa.Deretan patung ini dengan posenya tersendiri benar-benar sangat menarik, sehingga tidak lepas dari perhatian para wisatawan yang sedang melakukan kunjungan.

Dua halaman lainnya yakni halaman tengah (jaba tengah) dan jeroan (halaman dalam yang letaknya paling tinggi) juga memiliki daya tarik tersendiri sehingga cukup mempesona wisatawan, karena memperlihatkan beberapa patung dan relief yang unik serta indah, di antaranya :

Pada halaman tengah (jaba tengah)   yang merupakan  teras kedua yang arealnya lebih tinggi dari jaba pura, dihias dengan beberapa patung petani dan sebuah bangunan bale lantang.

Pada halaman dalam (jeroan pura) terdapat bangunan-bangunan dengan relief / hiasannya yang cukup menarik para pengunjung seperti :

Sebuah padmasana sebagai manifestasi dari Betara Siwa atau dikenal sebagai Betara Duhuring Akasa, yang di belakangnya terdapat hiasan yang indah.

Dua buah Gedong Sari yakni : Gedong Sari sebelah kanan (utara) adalah pelinggih atau tempat bersemayamnya Betara Ratu Ngurah Penaban Sari, yang merupakan manifestasi dari Brahma, dan Gedong Sari sebelah kiri (selatan) adalah pelinggih dari Ratu Ayu Penaban Sari, yang merupakan manifestasi dari Wisnu. Karena Pura Meduwe Karang merupakan pura pertanian, maka kedua dewa yang bersemayam di gedong tersebut merupakan lambang kesuburan.

Bangunan Padmasana dan Gedong Sari dihubungkan oleh sebuah Bebaturan yang tinggi, penuh dengan ukiran atau hiasan serta candi bentar kecil-kecil dan rendah.Bagian muka bebaturan tersebut dihiasi dengan relief yang berceritakan Ramayana, dan 38 buah patung yang menggambarkan patung Rahwana dengan prajuritnya.Di samping patung Rama dan Rahwana pada pilar-pilar bebaturan terdapat patung Durgamaesasura.Di dinding sebelah utara bebaturan terdapat relief yang kelihatannya agak unik dan lucu, yakni orang naik sepeda.Relief ini dibuat oleh para undagi saat pemugaran yang rampung di sekitar tahun 1935.Waktu itu datang orang Belanda naik sepeda dan minta untuk dilukiskan pada relief bebaturan itu dengan memberi sumbangan sebesar 25.000 gulden.Relief inilah yang sampai saat ini menjadi perhatian, lebih-lebih wisatawan asing dari Eropa, khususnya dari negeri Belanda.Bahkan banyak yang langsung menanyakan letak relief orang naik sepeda itu dan ada yang pernah mengakui bahwa dilukiskan itu adalah leluhur mereka, sambil menyerahkan sumbangan kepada penjaga pura secara tulus dan ikhlas.