0362 3303668
087894359013
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Seni Berfungsi Sosial

Admin disbud | 03 Agustus 2017 | 3824 kali

Bagi masyarakat Buleleng seni memiliki fungsi yang sangat mulia. Fleksibilitas, populeritas  dan kemuliaan fungsi seni di dalam kehidupan bermasyarakat dapat membangun spirit kesadaran manusia kearah penajaman intelektualitas, moralitas dan spriritualitas. Dalam hal ini seni bertujuan untuk mempertebal rasa srada dan bakti terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu seni juga dapat memperkokoh jiwa persatuan dan kesatuan bangsa atau masyarakat, memperkuat harga diri, kebanggaan, kehormatan, dan martabat serta status sosial masyarakatnya, memperhalus budi dan sikap dari masyakat.  Dan seni itu juga  dapat mempertajam gaya dan karakteristiknya, sebagai identitas daerah kelahirannya. Tapi apabila seni diaplikasikan dengan negatif justru akan membuat situasi dan kondisi yang membahayakan bahkan dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat. Dengan demikian, seni harus diposisikan secara proposional dan professional dengan dilandasi idiologi-idiologi atau falsafah yang posistif dan mulia, logika yang tajam, dan estetika yang tinggi. Disadari atau tidak bahwa seni sangat kental dengan unsur-unsur dualitas, bahkan multidemensionalitas. Bagaikan mata uang koin, yaitu di satu sisi bersifat normatif tetapi di sisi lain sangat relatif, disatu sisi ia bersifat objektif namun disisi lain ia juga bersifat subyektif. Dalam hal ini seni sebagai amanat dan amanah yang penuh nilai-nilai filosofi, etika moral, estetika manusia dan spiritualitas merupakan refleksi kehidupan manusia sehari-hari yang harus dijunjung tinggi sesuai fungsinya dan sebagai khasanah budaya yang adiluhung.

Jadi dengan Spirit berkesenian sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan kreativitas masyarakat di dalam  mempersatukan dan memperherat hubungan masyarakat baik kelompok yang paling kecil yaitu kelurga, organisasi-oraganisasi, Banjar, Desa dan kelompok yang paling besar yaitu bangsa dan Negara. Konsep dualisme sangat perlu diberikan perhatian khusus terhadap orang-orang baik pelaku seni, penikmat, kritikus dan masyarakat pendukungnya.

Di Bali konsep dualisme yang dalam keyakinan agama hindu disebut dengan rwabhineda yaitu segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan sebagai ciptaan Tuhan yang maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa semuanya berdimensi dua. Mengandung dua kekeuatan yang berbeda yaitu kekuatan posistif dan negatif yang harus diharmoniskan, sehingga kekuatan yang berbeda itu memiliki konsekuensi positif dalam membangun, menjaga, mengontrol, dan mengembangkan akselerasi segala prilaku perbuatan manusia secara universal baik dalam makrokosmos maupun dalam mikro-kosmos. Filosifis ini selalu dijadikan landasan di dalam  berkesenian untuk mewujudkan suatu kesenian yang berbobot dan berdaya pikat dalam peraspektif isi yaitu ide/gagasan, fungsi dan makna.

Perspektif bentuk yaitu, penampilan, keharmonisan, kehindahan, dinamis dan ritmis. Golongan kesenian yang tebal kandungan nilai-nilai filosofi rwabhinedanya memiliki kekuatan dan daya tarik khusus terhadap masyarakatnya sebagai acuan dan tuntunan di dalam  berprilaku kehidupan sehari-hari. Dan golongan kesenian ini memiliki kekuatan di dalam menghadapi segala tantangan dan perkembangan zaman. Di dalam  masyarakat Buleleng sendiri kesenian yang sarat dan kuat dengan filosofi rwabhineda memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap menjaga, mengontrol, memelihara, dan membangun rasa solideritas, kerjasama, persatuan dan kesatuan disetiap masyarakatnya.

Perspektif fungsi seperti disebutkan di atas seni memiliki fungsi berbeda terkait dengan sistem sosial yang ada, baik seni sakral maupun seni profan. Secara umum fungsi seni adalah mendukung kegiatan adat dan agama, kegiatan sosial, kegiatan budaya, dan kegiatan politik. Banyak seni digunakan sebagai bahan protes, pendidikan, dan promosi terkait dengan seni sebagai ajang promosi produk. Seperti Wayang Cenk Blonk disponsori  oleh perusahan Kopi ABC, dan atau Produk Sepeda Motor, tetapi tidak  mengganggu kasanah seni dan misi budaya yang ingin disampaikan.

Perspektif rwabhineda sesungguhnya masih memiliki kritik terhadap ruang yang tidak mendapatkan tempat realitas sosial yang ada di masyarakat, karena secara filosofis tiga esensi dalam kehidupan itu tidak dapat dipungkiri, ada panas, ada dingin, ada kemulada, ada laki- perempuan dan ada banci, dan sebagainya. Hanya saja masyarakat sering lupa memberikan ruang pada kelompok ketiga itu, sehingga menjadi masyarakat yang dipinggirkan dalam pemikiran masyarakat umumnya.

Perspektif makna, sesuai dengan perspektif kita apakah sebuah seni memiliki makna dalamkehidupan kita sangat ditentukan oleh aprsiasi manusia dalam memaknai sebua pertunjukan atau atraksi, atau wujud budaya yang dihasilkan oleh senimannya. Kalau dewasa ini selalu dimaknai sebagai sebuah usaha untuk mendatangkan hasil (uang) maka harus disadari, bahwa tidak semaunya seperti itu, masih banyak ada seni dan seniman yang memiliki makna diluar kapitalisme itu, karena globalisasi sebagai kelanjutan dari kapitalisme memberikan dampak dan implikasi yang sangat mendalam dalam kehidupan bangsa dan negara. Sebagai mana sebelumnya bahwa seni lebih banyak memiliki makna filosopis, relegis, dan estetik, sehingga tidak banyak karya seni diklaim sebagai hasil garapan individu (anonim), hal itu sebagai perwujudan seni lebih dimaknai sebagai persembahan pada Tuhan dan Masyarakat dan atau alamnya.