Dalam hal ini seni tidak diposisikan secara proposional dan professional sesuai dengan kaidah-kaidah seni itu sendiri. Golongan masyarakat yang melakukan seni sebagai pengisi waktu luang adalah orang-orang yang secara ekonomis memiliki kehidupan yang sangat mapan, mereka mampu mengundang atau mengupah skaha-skaha kesenian untuk dijadikan hiburan belaka di dalam keadaan setres. Dan juga orang-orang yang memiliki idiologi mengejar kepuasan duniawi dengan selalu terbebani pekerjaan yang sangat banyak. Golongan masyarakat seperti ini apabila ditelaah secara kritis orang-orang yang sudah mengalami kehidupan yang bertumpu pada budaya progresif, materialistik dan komersialistik dan telah meninggalkan budaya ekspresif, moral dan spiritual. Atau sebaliknya banyak juga terdapat golongan kelas rendah sebagai pengagum atau fane seni bahkan belajar seni untuk menambah kesibukan mereka, untuk kesenangan, hanya sekedar hobi yang mengarah kepada seni untuk seni dan bersifat individualistik.
Kedudukan seni sebagai warisan budaya dengan kandungan nilai-nilai tinggi bagi orang-orang seperti ini telah diturunkan nilainya menjadi seni yang hanya diperuntukan sebagai kesenangan dan hiburan belaka. Padahal bila disimak secara saksama seni sangat sarat dan kuat dengan nilai pembelajar-an dan penyadaran untuk menuntun nilai-nilai intelektualitas dan spiritualitas. Jadi fungsi kesenian baik itu seni pertunjukan, seni lukis, seni patung, seni rupa lainnya bukan hanya sebagai tontonan belaka tetapi yang lebih penting lagi adalah berfungsi sebagai tuntunan.