Banyak kesenian asli dari Kabupaten Buleleng jarang dipentaskan bahkan sudah ada yang punah. Beberapa tahun belakangan, pemerintah di Buleleng merekonstruksi ulang beragam tarian tradisional Buleleng untuk melestarikan budaya. Beberapa tarian yang telah berhasil di rekonstruksi ulang dan menjadi seni budaya yang tinggi :
1. Tari Joged
Dalam buku Dance and Drama in Bali menyatakan tari joged merupakan satu-satunya tarian yang bisa dikategorikan sebagai tarian sosial di Bali dengan varian yang mencakup Gandrung, Oleg, Leko dan Andir, dimana tarian ini dimulai dengan penampilan tarian solo dalam style legong yang sangat jelimat. Tarian ini diiringi dengan gamelan bambu, penari joged ini mengenakan hiasan kepala seperti helm, dengan mahkota melengkung kedepan menyentuh hiasan yang melingkar hingga ke bagian kepala yang ditutup dengan bunga cempaka atau kamboja yang berlapis-lapis. Tarian Joged adalah tarian pergaulan yang sering dipentaskan dalam berbagai momen seperti Kuningan, ulang tahun, hari ulang tahun Kota Singaraja atau saat ada odalan atau upacara adat di desa. Tarian ini dibawakan oleh kaum remaja. Tari Joged miliki nilai seni tinggi. Gerakannya merupakan turunan dari Tari Legong.
2. Tari Cendrawasih
Tari Cendrawasih diciptakan oleh seorang maestro, I Gede Manik, dan pertama kali ditampilkan di subdistrik Sawan, Buleleng pada 1920-an, yang menjadi tempat asal dari sejumlah tarian, meliputi Trunajaya, Wirangjaya, dan Palawakya. Tari Cendrawasih terinspirasi oleh burung cendrawasih, yang dikenal dalam bahasa Bali sebagai “manuk dewata”. Jenis burung ini dikenal suka menari dan menyanyi ketika berupaya untuk melakukan perkawinan. Tari Cendrawasih adalah salah satu dari beberapa tari Bali yang terinspirasi oleh burung tarian lainnya meliputi tari Manuk Rawa dan tari Belibis. Tari Cendrawasih khas Jagaraga itu lebih mengandalkan ekspresi. Penampilan Tari Cendrawasih pada masa sekarang berasal dari koreografi oleh N. L. N. Swasthi Wijaya Bandem yang diaransemenkan pada penampilan pertamanya pada 1988.
3. Tari Taruna Jaya
Tari Taruna Jaya atau Truna Jaya menceritakan tentang seorang putera atau pemuda yang menginjak dewasa dengan tampilan ekspresi kuat, emosional tinggi, serta ulahnya yang energik dalam memikat hati seorang wanita. Meskipun menceritakan tentang seorang pemuda, tari Taruna Jaya termasuk tari putera keras yang biasanya ditarikan oleh seorang perempuan. Tari ini juga termasuk sebagai tari tunggal, yang hanya dipentaskan oleh satu orang penari saja dengan gerakan tarian yang agak keras dan penuh semangat. Dalam tarian ini terdapat simbol-simbol yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh, ekspresi dan mudah dipahami oleh penikmatnya. Dengan terciptanya tarian ini diharapkan bisa menjadi tari khas Buleleng dan untuk kedepannya tarian ini dapat menjadi aset Budaya seni Bali yang bisa dijaga dan dilestarikan oleh generasi kabupaten Buleleng. Tari ini diciptakan pada 1915 oleh Pan Wandres dalam bentuk Kebyar Legong dan kemudian disempurnakan oleh I Gede Manik, seorang seniman legendaris di Bali.