(0362) 330668
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Tradisi Nyeeb Yang Wajib Diikuti Oleh Pasangan Suami Istri

Admin disbud | 12 Juni 2019 | 1693 kali

Tradisi atau kebiasaan (Latin: traditio, “diteruskan”) merupakan sesuatu yang telah dijalankan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok atau masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Tradisi berasal dari kata “traditium” pada dasarnya berarti semua sesuatu yang di warisi dari masa lalu. Tradisi adalah hasil cipta serta karya manusia objek material, keyakinan, imajinasi, insiden, atau lembaga yang di wariskan dari sesuatu generasi ke generasi selanjutnya contohnya adat-istiadat, kesenian dan properti yang dipakai. Sesuatu yang di wariskan tidak berarti harus diterima, dihargai, diasimilasi atau disimpan sampai mati.

Seperti yang terdapat di Desa Pakraman Tajun, Kubutambahan, Buleleng bagi pasangan suami istri wajib mengikuti tradisi Nyeeb. Mereka harus menjalani tradisi Nyeeb sebagai tanda sudah sah secara niskala untuk ngayah di desa sebagai krama anyar. Meski tidak ada sanksi sosial bagi pasangan suami istri yang tidak mengikuti Tradisi Nyeeb namun dampak secara niskala akan tetap diterima bagi mereka yang nekat dan berani tidak mengikuti tradisi ini. Dampak secara niskala entah itu sakit yang berkepanjangan, tidak memiliki keturunan, tidak pernah akur dengan keluarga, keterpurukan ekonomi dan bahkan bisa meninggal dunia. Kasus inipun banyak terjadi bagi pasutri yang tak mengikuti tradisi ini. 

Pada pasutri yang sudah kawin-cerai atau cerai karena meninggal kemudian menikah lagi maka wajib hukumnya mengikuti tradisi Nyeeb lagi. Begitu juga kalau dimadu. Kedua-duanya harus mengikuti tradisi Nyeeb ini. Di sisi lain, Desa Adat Tajun juga memberikan kebijakan bagi pasutri yang tinggal jauh di luar desa atau yang berhalangan hadir saat Nyeeb berlangsung untuk diwakilkan kepada orang lain. Dengan catatan pasutri yang mewakili itu hanya datang untuk nunas tirta. Selanjutnya tirta itu diberikan kepada pasutri yang memang seharusnya mengikuti. Dana tradisi Nyeeb ini murni datang dari urunan para pasutri yang mengikuti tradisi ini. mereka akan dikenakan sesuai dengan besaran biaya yang dihabiskan. 

Upacara Nyeeb ini tergolong unik sebab mungkin upacara ini hanya ada di Desa Tajun. Oleh karena tergolong unik, perlu diketahui secara detail hakikat Upacara Nyeeb. Di bawah ini akan dipaparkan tentang Upacara Nyeeb yang dilakukan setiap satu tahun sekali tepatnya pada Sasih Kadasa. Paparan tentang Upacara Nyeeb ini merupakan rangkuman hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat Desa Pakraman Tajun.

Berdasarkan penjelasan dari Nyoman Darmada, Ketua PHDI Desa Tajun, Nyeeb memiliki dua (2) arti. Pertama, Nyeeb berasal dari kata ‘seeb’ yang dalam bahasa Bali artinya ‘melihat’. Maksudnya calon krama anyar (warga baru) ini agar mampu melihat keberadaaan krama desa tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan terutama pada sistem ngayahnya sehingga ada gambaran bagi krama anyar setelah memasuki Grahasta Asrama. Kedua, Nyeeb yang berarti penyucianMaknanya adalah penyucian sang mawiwaha (kedua mempelai).Sementara itu, Jero Gede Dana, menyatakan bahwa arti ‘melihat’ pada Nyeeb maksudnya adalah pandangan. Artinya, calon krama anyar agar memiliki pandangan ke depan untuk menjadi warga atau krama desa yang baik. Sedangkan arti, Nyeeb kaitannya dengan ’nyepuh’ dalam bahasa Pande ‘mempertajam’ adalah mempertajam pikiran, perkataa, dan perbuatan keduia mempelai untuk menjadi warga yang baik.

Upacara Nyeeb dilaksanakan setiap Sasih Kadasadipilihnya Sasih Kadasa karena menurut Ketut Partiwa, dalam Wariga Sasih Kedasa adalah salah satu sasih terbaik (Amerta masaning sasih). Segala kegiatan yang dilakukan di Sasih Kadasa akan menemui hasil yang baik (saraja karya ayu). Bagi warga yang menikah selama kurun waktu dua bulan setelah Upacara Nyeeb, yaitu pada Sasih Jyesta dan Sada akan dikenai denda sebesar uang pendaftaran Nyeeb pada tahun tersebut. Pengantin yang belum melaksanakan Nyeeb tidak memiliki hak dan kewajiban layaknya krama desa yang sudah melakukan Nyeeb. Mereka tidak dikenai urunan, papeson (kewajiban) dan juga tidak mendapatkan hak, seperti mendapatkan paica/kawisan. Mengenai tempat pelaksanaannya, yaitu di Jaba Sisi Pura Desa (Bencingah Agung), menurut Jero Gede Dana, tempat ini merupakan tempat mengundang Dewata Nawa Sanga.

 Prosesi Upacara Nyeeb di Desa Pakraman Tajun, yaitu

  1. Matur piuning.
  2. Penglukatan kepada kedua mempelai.
  3. Mabiakaonan masal.
  4. Pemakaian karawista.
  5. Ngayab bhakti upakara.
  6. Dengan mengambil posisi antre pasangan pengantin bergilir Nyeeb (menyiram api dengan air).
  7. Persembahyangan.

Upacara Nyeeb memiliki berbagai tujuan, yaitu sebagai berikut.

  1. Perkenalan dengan krama desa karena digelar di jaba sisi pura Bale Agung (Bencingah Agung).
  2. Penyucian kedua mempelai sebelum munggah madesa untuk menjadi krama Desa Pakraman Tajun. Penyucian termasuk penyucian benih (janin) bagi pengantin yang sudah hamil.
  3. Sebagai pelestarian tradisi krama Desa Pakraman Tajun.
  4. Pemberian ucapan selamat dari prajuru Desa Pakraman Tajun.

Sementara ini makna Upacara Nyeeb ditinjau dari upakara/banten yang digunakan adalah sebagai berikut.

  1. Banten Prani, simbul jiwa. Artinya penyucian jiwa/roh.
  2. Biakala, maknanya pembersihan sang wiwaha/kedua mempelai (kama bang-kama petak)
  3. Pratista, maknanya pembersihan segala kekotoran dalam diri (nglukat letehing leteh ring angga sarira).
  4. Durmanggala, juga berarti menghilangkan kekotoran.
  5. Sapuh lara, pembersihan segala kekotoran/kepapaan dalam diri.
  6. Rebuan, penyucian buana agung dan buana alit.
  7. Banten Upasaksi, maknanya pemujaan kepada Sang Hyang Semara Ratih agar memberikan sinar suci sehingga perkawinan menjadi langgeng.
  8. Api dan air, adalah simbul penyatuan lambang purusa/laki dan pradana/perempuan. Api simbul grahaspati agni atau api sebagai upasaksi perkawinan. Air dan Api juga simbul penyucian agar terbebas dari sifat keangkaraamurkaan (rajah tamah). Salah satu bagian prosesi Nyeeb adalah pasangan pengantin menyiram api dengan menggunakan air yang sebelumnya digunakan untuk merebus daging babi. Berdasarkan penjelasan dari Jero Ketut Partiwa, Dewan Desa Pakraman Tajun, dalam sebuah susastra dijelaskan bahwa babi adalah simbul rajah tamah. Maka dengan menggunakan air bekas rebusan daging babi bertujuan untuk memusnahkan sifat keangkaramurkaan dalam diri.
  9. Banten Soroan Nyeeb meliputi ayam biing untuk mempelai laki-laki dan ayam betina biing (lebaa), simbul penyatuan Sang Wiwaha/pengantin dalam konsep purusa (laki-laki) dan pradana (perempuan).

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Nyeeb merupakan upacara yang bertujuan untuk penyucian pasangan sebagai calon krama desa sehingga nantinya bisa menjadi krama desa yang mampu menjalankan dharmaning agama dan dharmaning Negara dengan baik.

 

Sumber : https://baliexpress.jawapos.com/read/2019/03/11/124368/tak-ikuti-tradisi-nyeeb-bisa-berakibat-fatal-karena-sanksi-niskala

http://tajun-buleleng.desa.id/index.php/first/artikel/141-Upacara----Nyeeb-----Tradisi-Unik----Munggah-Makrama----di-Desa-Pakraman-Tajun