Tentang tata cara penyuratan awig-awig telah di gariskan beberapa petunjuk dalam seminar Hukum I tahun 1969 dilaksanakan oleh Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Udayana bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Bali sebagai berikut :
1. Mengadakan sangkepan/paruman seluruh krama untuk mengidentifikasikan permasalahan dan bahan-bahan yang perlu dirumuskan dalam awig-awig
2. Setelah sangkepan/paruman tersebut kemudian membentuk panitia kecil yang anggotanya terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat, kalangan intelektual dan juga unsur generasi muda. Panitia kecil ini bertugas untuk merusmuskan dan menginventariskan segala persoalan-persoalan dan bahan-bahan untuk dijadikan bahan penulisan awig-awig
3. Panitia kecil ini jika diperlukan didampingi oleh Tim ahli dan Pemerintah Daerah. Tim ahli tersebut sekarang dikoordinir oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan instansi serta lembaga terkait. Tim ahli ini bertugas membantu mengarahkan dan memeri nasehat-nasehat. Kepada panitia kecil dalam tugasnya menyusun awig-awig.
4. Rancangan awig-awig yang disusun oleh Panitia Kecil diajukan dalam sangkepan/paruman seluruh krama untuk mendapatkan peninjauan sampai diperolehnya keputusan dan pengesahan seluruh krama. Semua ini dijalankan dengan cara permusyawaratan dan permufakatan.
5. Untuk efektifnya tugas-tugas Panitia Kecil dalam membuat rancangan penyuratan awig-awig perlu diadakan pembagian tugas yang meliputi :
a. Bidang Sukerta Tata Agama
b. Bidang Sukerta Tata Pawongan
c. Bidang Sukerta Tata Pakraman
d. Bidang Sukerta Tata Palemahan
6. Setelah Rancangan selesai disusun dan telah mendapatkan koreksi dan penyempurnaan, Tim Kecil mengadakan perbaikan dan perumusan kembali rancangan awig-awig tersebut.
7. Sebelum awig-awig tersebut disahkan terlebih dahulu dimohonkan koreksi kepada Bupati/Walikota madya yang bersangkutan.
8. Akhirnya rancangan awig-awig tersebut pada suatu hari yang baik (sesuai pedewasan) diadakan sangkepan/paruman seluruh krama guna pengesahan awig-awig tersebut. Awig dan sekaligus mempunyai kekuatan mengikat. Pada waktu pengesahan itu mempergunakan upacara Agama Hindu (Pasupati atau Pamlaspas) serta disaksikan oleh para undangan dan pejabat pemerintah.
9. Naskah asli awig-awig ditulis dengan menggunakan lembaran daun lontar dengan huruf dan Bahasa bali (sesuai ejaan dengan Bahasa Bali) sedangkan salinannya yang diberikan pada masing-masing krama menggunakan dwi aksara (Bali dan Latin) dan eka Bahasa (Bahasa Bali) selanjutnya didaftarkan di Kantor Bupati/ Walikota dengan disertai tanda tangan sebagai penguatan(bekrechting).
10. Isi dan sistematika, isi pokok awig-awig pada hakekatnya adalah merupakan realisasi dan falsafah Tri Hita Karana, yang memuat tiga hubungan dasar yaitu :
a. Hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Hyang Widhi Wasa) yang dirumuskan dalam aturan Sukerta Tata Agama.
b. Hubungan manusia dengan lingkungan masyarakat dan lingkungan alam yang dirumuskan dalam Sukerta Tata Pakraman dan Sukerta Tata Palemahan.
c. Hubungan manusia dengan manusia lainnya dirumuskan dalam ketentuan Sukerta Tata Pawongan.
Landasan awig-awig adalah Tri Hita Karana yang didalamnya dijabarkan falsafah Hindu seperti :
a. Tri Mandala;
b. Catur Purusa Artha;
c. Desa Kala Patra;
d. Tat Twam Asi;
e. Tri Upa Saksi dan sebagainya.
11. Bantang awig-awig Desa Pakraman.