Gong Kebyar anak-anak pada PKB ke XLI tahun 2019 ditampilkan oleh Sanggar Seni Anglocita Swara sebagai Duta Kabupaten Buleleng pada Selasa, 25 Juni 2019 di Panggung Terbuka Ardha Candra Denpasar. Sanggar Seni Anglocita Swara menampilkan Tabuh Kreasi "Jaya Warsa", Tari Cendrawasih, Tari Kreasi "Jaran Ngadang" dan Maplalian Makorot-korotan. Tabuh Kreasi Jaya Warsa diciptakan oleh Gusti Putu Made Griya pada tahun 1968. Komposisi ini diisi dengan berbagai macam ide, dari motif klasik sampai yang paling baru ketika itu. Pola pola klasik diadopsi berdasarkan kotekan Sekar Gendot (sebuah komposisi musik untuk gamelan gender wayang) dan pola baru dapat diamati dari pola serta motif kotekan yang statis, hanya melibatkan 3 (tiga) nada yang kontradiktif dengan frase melodic line yang dinamis. Bagian gegenderan dari komposisi ini digarap dengan isian yang kreatif dan mengandung konsep minimax yang terefleksi dari pola ornamentasi kotekan yang selalu kontras dengan basic melody berdasarkan orientasi artistik dan arah nada.
Tari Cendrawasih merupakan tari yang mengisahkan tentang burung cendrawasih yang bercengkrama dan bercumbu rayu. Tari ini diciptakan oleh maestro Bali Utara yaitu I Gede Manik pada tahun 1956 di Desa Jagaraga. Pencipta menggarap tarian ini dengan gerakan unik, energik, dan penuh semangat seperti gerak-gerak tari kekebyaran ciptaan sang maestro sebelumnya, yang kini dilestarikan dan dikembangkan oleh ibu Luh Menek yang berasal dari Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Terinspirasi dari burung cendrawasih dan semangat gerak tari kekebyaran khas Bali Utara, maka terciptalah tari Cendrawasih khas Buleleng.
Tari Kreasi Jaran Ngadang Terinspirasi dari cerita mitologi yang beredar di kalangan krama Banjar Adat Penarungan, Desa Pakraman Penarukan, yang menjadi keyakinan penduduk setempat bahwa di Pura Dalem Banjar Adat Penarungan berstana Maha Patih Ida Bhatara Dewa Bagus yang memiliki Rerancang atau Pengawal yang sering disebut Jaran Ngadang, konon beliau berwujud seperti Manusia berkepala Kuda. Beliau diyakini sebagai pelindung (pengadang) terhadap krama penyungsung dari musibah dan bencana. Disamping itu beliau juga diyakini sebagai penebar kemakmuran dengan cara Ngelawang (mendatangi seluruh rumah para krama penyungsung). Konon pula untuk mengetahui kedatangan beliau akan ditandai bunyi suara Lonceng atau Gongseng.
Dari cerita mitologi tersebut penata mencoba menuangkan kedalam bentuk karya Tari Kreasi yang berjudul Jaran Ngadang. Jaran yang berarti Kuda symbol kekuatan dan Ngadang berarti penghadang atau pelindung. Garapan tari ini mencoba menggambungkan nuansa Tarian rakyat, Tarian Sang Hyang, serta Tarian Bebarisan, yang dimana sesuai dengan sifat dari Rerancang Jaran Ngadang itu sendiri yang Riang Gembira, Agung, Suci, Kuat dan Berwibawa.
Maplalianan Makorot-korotan merupakan permainan tradisional yang sudah mulai mengikis akibat hembusan jaman. Permainan mekorot-korotan ini menggunakan media layangan yang dimainkan oleh anak-anak sepulang sekolah dan seusai membantu orang tua. Sejak jaman dahulu kita sudah diajarkan oleh para leluhur kita untuk memanfaatkan sumber daya alam yang salah satunya adalah angin. “Setegeh tegeh angine ngeberang layangan yen sube sanje sinah ye lakar tuun”, Setegeh tegeh keneh irage yen sing mulat sarira sinah lakar nyungsutin kayun”. Dari kutipan tersebut, penggarap mencoba menuangkan ke dalam sebuah garapan permainan tradisional /meplalianan yang berjudul Makorot-Korotan” tanpa menghilangkan substansi, estetika yang ada pada gerak tari, tabuh khas Bulelengan, dialog serta gending rare yang telah diwariskan secara literasi maupun oral tradisi