0362 3303668
087894359013
disbudbuleleng@gmail.com
Dinas Kebudayaan

Gong Kebyar Mabarung Pada Bulfest Hari Pertama

Admin disbud | 06 Agustus 2019 | 187 kali

Pelaksanaan Bulfest tahun 2019 ini terbilang istimewa. Selain dengan adanya kehadiran dari tamu-tamu istimewa diantaranya Konjen Tiongkok, perwakilan dari Kementrian Pariwisata dan tamu dari beberapa provinsi yaitu Medan, Surakarta, Palembang dan Solo. Keistimewaan lainnya adalah dengan adanya Gong Kebyar Mabarung Dangin Njung dan Dauh Njung. Pada hari pertama Buleleng Festival sanggar yang tampil adalah Sanggar Seni Pentas Marak Lestari dan Sanggar Seni Manik Uttara. Sanggar Seni Pentas Marak Lestari menampilkan pementasan seni Dangin Njung diantaranya :

1. Tabuh Kreasi Karang Anyar
Tabuh ini terinspirasi dari suasana tempat yang sunyi dan indah yang belum pernah dikunjungi atau tempat baru. Dengan lingkungan asri, penuh keceriaan anak-anak sedang bermain dengan riang gembira

Penata Karawitan : I Ketut Cater, S.Sn
Pembina Karawitan : Kadek Widiasa

2. Tari Palawakya Dauh Enjung
Tari Palawakya Dauh Enjung merupakan “prototype” dari tari palawakya dangin enjung. Rivalitas dalam kekaryaan membawa vibrasi positif terhadap perkembangan kekaryaan ketika itu. Dauh Enjung yang dalam hal ini dipelopori oleh desa Kedis dibawah bendera Ketut Merdana mencipta sebuah karya apik dengan format kebyar, susunan kompositoris yang monophoni untuk tari yang kemudian dikenal dengan sebuatan Palawakya Dauh Enjung. Tari diciptakan sekitar tahun 1950-an oleh I Ketut Merdana dan sempat dibawakan oleh dua desa yakni desa Kedis dan desa Umejero. Selama beberapa dekade vakum, tari ini direkonstruksi kembali oleh Ibu Srimin dari desa Kedis dan I Made Pasca Wirsutha sebagai upaya pelestarian khasanah seni kakebyaran Buleleng.

Pembina Tari : Bagus Suteja Yasa
Pembina Karawitan : Gede Artaya

3. Tari Sura Wisesa
Tari ini diciptakan oleh Bagus Suteja Yasa dengan penata tabuh I Gusti Bagus Suarsana pada tahun 1985. Tari ini menggambarkan olah kanuragan para remaja, dalam berekspresi dengan unsur-unsur seni Bela diri setembak desa Bubunan dan ekspresi kelembutan serta ketegaran yang selalu siap dalam mempertahankan kedamaian dan kesejatrahan

Penata Tari : Bagus Suteja Yasa
Penata Tabuh : Gusti Bagus Suarsana

 4. Tari Tarinajaya

Tari Tarunajaya, adalah sebuah tari monumental kebanggaan masyarakat Buleleng yang bersumber dan direinterpretasi dari kebyar Legong, karya Pan Wandres. Pada suatu saat, Gede Manik menunjukkan jati dirinya sebagai seorang kreator tari. Berorientasi dari tari Kebyar Legong yang sering dibawakannya, ia menggagas karya tari Kebyar Legong versi lain, lebih pendek durasinya namun tetap menunjukkan karakteristik tari yang dinamis. Tari yang bernuansa gelora taruna nan heroik ini tidak mempunyai nama, hanya dikenal sebagai tari kebyar Dangin Enjung. Pada suatu hari, tahun 1950, ketika ditampilkan di depan Bung Karno dan tamu-tamunya di sebuah hotel di Denpasar, presiden yang dikenal sebagai penyayang seni itu tak menyembunyikan ekspresi takjubnya terhadap pentas tari yang begitu energik dengan dukungan tatabuhan gamelan yang gegap membuncah. Bung Karno memberi nama tari dengan sebutan Taruna Jaya, pemuda yang gagah.

Pembina Tari : Bagus Suteja Yasa
Pembina Karawitan : Kadek Widiasa

Dan dari Sanggar Seni Manik Utara menampilkan pementasan seni Dauh Njung diantaranya : 

1. Tabuh Kreasi Gita Chandra
Gita Chandra adalah sebuah karya musik baru yang berangkat dari kemapanan tradisi lama. Gita berarti nyanyian, Chandra berarti Bulan yang penata analogikan identik dengan keheningan malam. Berangkat dari keheningan suasana malam, penata mencoba menafsirkan intuisi musik penata ke dalam jalinan nada-nada yang digarap dengan pola statis dan mengalir begitu saja.

Penata Karawitan : Made Wira Okta Atmadi, S.Sn

2. Tari Cakra Pengeleb
Tari Legong Legong Pangeleb adalah salah satu jenis tari kakebyaran yang lahir di desa Menyali Buleleng, menggambarkan suasana hati kaum perempuan yang penuh kegembiraan  diluapkan dengan ekspresi bahagia, suka cita, dan keagresifan. Tari ini lahir dizaman pergerakan nasional dan emansipasi wanita ketika Raden Ajeng Kartini sedang gencar memperjuangkan kesetaraan derajat wanita dengan kaum laki-laki. Tari ini direkonstruksi oleh salah seorang seniman Buleleng yang dengan sangat intens melakukan kegiatan pelestarian terhadap kesenian tradisi Buleleng yakni Bapak I Made Keranca sebagai rekonstruktor tari, dan I Made Pasca Wirsutha sebagai rekonstruktor karawitannya.

Pembina Tari : Kadek Sefyan Artawan, S.Pd.,M.Pd
Pembina Karawitan : Binaan Bersama Keluarga Besar Manik Uttara

3. Tari Nelayan
Tari Nelayan menggambarkan kehidupan seorang Nelayan dalam kehidupan kesehariannya menangkap ikan, jelas tergambar dalam setiap gerakannya, banyak gerakan yang menggambarkan aktivitas nelayan seperti saat mendayung, menebar jala ikan, tertusuk duri ikan, dan berbagai gerakan tubuh. Vokabuler gerakannya mengadopsi pola-pola pantomin, yaitu menirukan gerakan layaknya seorang Nelayan. Idelogi penciptaan tari ini sarat akan kehidupan serta gejolak sosial politik ketika itu, sehingga untuk menyampaikan pesan yang terkadung dalam tarian ini, I Ketut Merdana dengan berani memasukan sentuhan vokal berbahasa Indonesia dengan lirik yang membangun. Tari ini diciptakan oleh I Ketut Merdana pada sekitar tahun 1960-an.

Pembina Tari : Kadek Sefyan Artawan, S.Pd., M.Pd
Pembina Karawitan : Binaan Bersama Keluarga Besar Manik Uttara

 

4. Tari Cakra Byuha

Terinspirasi dari cerita Mahabharata, ketika Abimanyu terjebak dan terbunuh di dalam formasi cakra milik pasukan Korawa yang dipimpin oleh Drona. Formasi tersebut dikenal dengan nama Cakra Byuha. Cakra berarti melingkar, dan Byuha berarti formasi. Dari konsep tersebut, penggarap mencoba membuat sebuah garapan tari bebarisan yang berjudul Cakra Byuha. Dalam tarian ini, penggarap mencoba memperlihatkan formasi-formasi melingkar yang merupakan simbol dari senjata cakra serta kegagahan seorang prajurit yang tidak pernah mundur dalam berperang.
Koreografer : Gede Agus Rediartapa, S.Sn.
Komposer : Made Wira Okta Atmadi, S.Sn