Desa Pedawa merupakan Desa yang memiliki banyak keunikan. Salah satunya dengan adanya Upacara Sabha Malunin. Upacara Sabha Malunin adalah upacara persembahan kepada para Dewa, utamanya Dewa Utama atau yang disebut Dewa Kaki Dewaci. Menurut penjelasan dari mantan prajuru adat Bapak Wayan Sukrata, Upacara ini mengikuti namanya lelintih nemugelang yang dilakukan dalam kurun waktu kurang lebih 5 tahun sekali. Sabha Malunin terdiri dari kata Ba yang berarti Banten dan lun yang berarti Lungguh. Jadi Banten Balun adalah Banten kerama yang masih terdaftar atau duduk di dalam tatelungguh, dimana tatelungguh adalah Ulu Apadnya Pedawa. Rangkaian upacara ini sebenarnya sudah berjalan dari 2 bulan lalu, namun dalam 2 bulan lalu itu adalah melihat awig-awig dan pararem, apakah ada awig-awig yang berlaku saat ini tidak sesuai dengan perkembangan zaman maka ini harus diadakan revisi sesuai dengan perkembangan jaman namun inti daripada awig-awig tersebut tidak akan berubah. Setelah revisi awig selanjutnya Hulu Desa nganggur ke Balian Desa melakukan musyawarah bagaimana rangkaian upacaranya, 5 hari sebelumnya dilaksanakan upacara Uluan yaitu membagikan banten, 4 hari sebelumnya diadakan sangkep bungan taun dimana krama membawa sari taun yaitu hasil padi , olahan-olahan padi berupa kukus ketan, kukus injin dan jaje apung. Kerama dibagi menjadi 3 pada saat sangkep bungan taun yaitu yang membawa kukus injin dengan gantal gedua, yang membawa kukus ketan dengan sampian dehe dan yang membawa jaje uli dengan tanaman rengreng dan begenying. Sangkep bungan taun juga merupakan intisari dimana pemikiran-pemikiran baik dipadukan dan dituangkan ke dalam awig-awig dan pararem untuk 5 tahun mendatang bagaimana Hulu Desa dengan Prajuru Adat ngemban Desa ini hasil musyawarah dari Desa itu sendiri. Kemudian sehari sebelum purnama dilaksanakan acara potong babi dan pada saat Purnama melaksanakan menek banten dimana kerama yang masih utuh keluarganya dalam artian suami istri masih ada dan memiliki anak yang belum menikah wajib membuat Banten Balun di Pura Desa tidak boleh membuatnya di rumah dan yang membuatnya harus suami istri. Setelah semua banten disiapkan harus dicek satu persatu jika ada kesalahan mereka akan terkena denda. Banten Balun dibagi menjadi dua yaitu Banten Balun Bali dan Banten Balun Taksu. Kemudian dikumpulkan di Bale Agung dimana setengahnya dibawa ke Pura Bingin namanya penek banten pada waktu Purnama dipersembahkan semalam suntuk. Kemudian keesokan harinya disebut dengan wayon yaitu upacara dengan melaksanakan tari-tarian sakral seperti mebaris yang dilakukan kerame arep yaitu Ulu Desa dan kebayan-kebayan kerama, kemudian tari baris gede, tari baris bulan kepangan, mepetokan yang ditarikan oleh para teruna desa yang belum menikah kemudian dilanjutkan dengan meblawangan. Setelah itu dilanjutkan dengan tari rejang terdapat 16 tari rejang yang akan ditarikan dimana pada hari pertama hanya ditarian 11 rejang dan sisanya dilanjutkan keesokan harinya.
Keesokan harinya di tempat yang sama yaitu di Pura Dalam Desa Pedawa, dilanjutkan pertunjukkan tari baris oleh para taruna Desa Pedawa dan kemudian tari rejang yang dilaksanakan sebanyak belasan kali putaran sampai pada akhirnya acara metajen ayam. Metajen ayam ini, ayam satunya mewakili Pura Bingin dan ayam satunya lagi mewakili Pura Dalem. Acara metajen ini pun dilaksanakan hanya 5 tahun sekali. Menurut pengakuan beberapa masyarakat di sekitar sana mengatakan bahwa, tradisi metajen ini terbilang sakral dan jika ayam yang mewakili Pura Bingin menang maka nantinya akan banyak yang meninggal di Desa tersebut, tetapi jika ayam yang mewakili Pura Dalem yang menang maka akan banyak yang menikah di Desa tersebut. Ritual metajen pun sangat sakral, dapat dilihat dari banyak yang mengalami kerauhan pada saat ritual dilaksanakan.