Awig-awig adalah sebagian hukum adat Bali yang dibuat untuk mengatur tatanan kehidupan organisasi sosial tradisional Bali. Contoh organisasi tradisional Bali yang dimaksud seperti, desa adat, subak, sekaa, dadia. Awig-awig adalah aturan yang dibuat oleh krama desa adat dan atau krama banjar adat yang dipakai sebagai pedoman dalam pelaksanaan tri hita karana, sesuai dengan desa mawacara dan dharma agama di desa adat/banjar adat masing-masing. Sama halnya didalam sebuah negara yang memiliki undang-undang atau hukum dasar yang mengatur kehidupan warganya dan sebuah organisasi yang memiliki anggaran dasar rumah tangga yang digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan organisasinya. Begitu juga dengan Desa Adat yang merupakan sebuah lembaga adat juga mempunyai hal serupa. Desa Adat di Bali memiliki sebuah aturan adat yang digunakan sebagai aturan khusus untuk mengatur kehidupan masyarakat adat dalam wilayah kehidupan Desa Adat diluar kehidupan Desa Dinas yang berpedoman pada hukum nasional/negara.
Dalam hal tersebut maka perlu adanya penyamaan persepsi di setiap Kecamatan di Kabupaten Buleleng mengenai awig-awig di setiap Kecamatan. Untuk menyikapi hal tersebut Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng melaksanakan sebuah kegiatan atau pertemuan di setiap Kecamatan yang dilaksanakan di masing-masing kantor Camat untuk memberikan arahan atau menyamakan persepsi penyuratan awig-awig Desa Adat dan Sekaa Truna. Pada hari ketujuh pertemuan dilaksanakan di Kecamatan Busungbiu. Pertemuan ini dipimpin oleh Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara, S.Sos, M.Si. Pada pertemuan ini juga turut hadir sebagai tim narasumber penyamaan persepsi diantaranya perwakilan dari Majelis Adat Kabupaten Buleleng, Widya Sabha Kabupaten Buleleng dan STAH Mpu Kuturan Singaraja.
Pada pertemuan di kantor Camat Busungbiu ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dari 16 Desa Adat dan 16 Sekaa Truna yang terdapat di Kecamatan Busungbiu ternyata masih banyak Desa Adat dan Sekaa Truna (Yowana) yang belum memiliki awig-awig. Yang sudah memiliki pun harus melakukan proses revisi agar awig-awig sesuai dengan Bantang awig-awig yang sudah ditetapkan pada Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Dan pada kesempatan tersebut juga dibentuk sebuah kesepakatan bahwa setiap Desa Adat bagi yang belum mempunyai awig-awig agar segera disiapkan rancangannya dan bagi awig-awignya yang sudah direvisi agar menyiapkan rancangan revisinya. Dan pada bulan Maret direncanakan Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng bersama dengan tim lainnya akan menjadwalkan pembinaan penyuratan awig-awig berdasarkan rancangan yang sudah disiapkan oleh masing-masing Desa Adat. Awig-awig bisa menggunakan 2 bahasa atau dwi aksara yaitu bahasa latin dan aksara bali. Dalam pembentukan awig-awig harus berisi lambang desa atau sekaa truna dan pembentukannya harus melalui musyawarah mufakat.
Disamping awig-awig sekaa truna (yowana) juga diharapkan membuat buku administrasi (daftar hadir, notulen, buku tamu, buku kas, buku iuran dll) agar jika nanti ada permasalahan Sekaa Truna (Yowana) sudah memiliki bukti fisik yang dapat menunjang awig-awig tersebut. Program kerja juga penting di Sekaa Truna (Yowana). Program kerja tersebut agar disusun setiap tahunnya. Pembentukan awig-awig juga harus sesuai bantang awig-awig yang sudah dibagi menjadi 8 sargah (bab) sesuai dengan perda nomor 4 Tahun 2019. Bantang awig-awig Desa Adat yang dimaksud adalah sebagai berikut :
I. Prathamas Sargah
II. Dwitiyas Sargah
III. Tritiyas Sargah
IV. Caturthas Sargah
V. Pancamas Sargah
VI. Sasthas Sargah
VII. Saptamas Sargah
VIII. Astamas Sargah
Pada pertemuan ini juga dijelaskan Awig-awig Sekaa Truna (Yowana) tidak boleh bertentangan dengan awig-awig Desa Adat karena Sekaa Truna (Yowana) berada di bawah Desa Adat. Jadi awig-awig Sekaa Truna juga harus sejenis dengan awig-awig Desa Adat.